Kamis, 30 Agustus 2018

#NiceHomework5 (NHW 5)

Learning How To Learn


Bismillahirrahmanirrahim,

Tidak terasa sudah sampai pada tugas ke lima di Komunitas Ibu Profesional (IP) yang saya ikuti. Mulai dari #NHW1 hingga  #NHW5 kali ini adrenalin yang terpacu terus meningkat. Honestly, di penugasan kali ini saya 'agak mengambang' apa yang harus dilakukan dan mau menulis tentang apa. Judulnya hanya Learning How To Learn, belajar bagaimana cara belajar.

Sebelumnya mari kita urai satu persatu sambil terus mencari apa sesungguhnya tujuan dari penugasan ini. Semua dari kita pasti sudah paham apa itu belajar, karena sesungguhnya secara lahiriah kita semua adalah pembelajar. Apapun yang kita lakukan sekarang bermula dari belajar dan berujung pada belajar. Dari mulai belajar duduk, berjalan, berlari, makan, berbicara, menyanyi, semua belajar. Tetapi belajar bagaimana cara belajar adalah suatu hal mendasar yang belum pernah kita ketahui secara spesifik, kalau tidak berkecimpung dalam dunia pendidikan. Padahal penting diketahui agar bisa memaksimalkan semua potensi yang ada secara maksimal melalui suatu metode yang tepat.

Jadi pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana cara belajar yang baik dan efektif?  Proses mengetahui bagaimana proses pembelajaran yang efektif ini disebut desain pembelajaran.

Ada banyak sekali desain pembelajaran yang bisa kita pilih. Masing-masing desain memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun setelah saya telaah lebih lanjut yang paling mudah dipahami serta yang paling sederhana dan bisa diterapkan pada siapapun meski skala kecil adalah model Design Thinking. Saya tidak akan membahas mengenai desain pembelajaran ini secara rinci karena memang bukan ahlinya. Namun saya akan coba tuliskan tahap demi tahap dalam menggunakan desain pembelajaran ini.

Setelah memilih desain pembelajaran, dalam proses belajar yang juga perlu diketahui adalah apa potensi yang kita miliki. Sesuai dengan key dari materi NHW 5 yaitu "Meninggikan Gunung dan Bukan Meratakan Lembah". Maka saya harus mengetahui terlebih dahulu "gunung" dan "lembah" yang saya miliki. Untuk mengetahuinya, saya mencoba dengan metode SIGN, berikut uraiannya :



Mengetahui 'gunung' sendiri belum cukup karena juga harus mengenal diri sendiri lebih dalam untuk bisa melejitkan potensi yang dimiliki. Saya menggunakan metode Personality Plus yang paling sederhana, seperti pada gambar dibawah ini :


Metode Personality Plus

Berdasarkan metode Personality Plus saya termasuk dalam kategori: Sanguinis-Koleris

Dari ilmu psikologi yang saya ketahui melalui pendidikan kedokteran yang juga sedikit mengupas tentang ini adalah bahwa setiap orang sangat mungkin memiliki lebih dari satu tipe kepribadian. Hanya saja selalu ada yang tampak lebih menonjol dari keseluruhan tipe kepribadian tersebut. Maka sesungguhnya dengan satu metode tipe kepribadian belum cukup untuk menggabarkan keseluruhan diri secara utuh, akan tetapi cukup untuk bisa setidaknya 'jujur'  pada kelebihan dan kekurangan diri sendiri.

Setelah mengetahui 'gunung' dan 'lembah' diri sendir, saya kemudian masuk pada desain pembelajaran yang telah saya pilih diawal yaitu metode Design Thinking, langkahnya terdiri dari :


Metode Design Thingking



1.Understand (Empathy & Define)

Langkah pertama adalah mengerti tentang diri sendiri (understand) dengan berempati (empathy) lalu kita diminta untuk mendefinisikan diri kita seperti apa (define) yang pada akhirnya akan menghasilkan wawasan mengenai diri kita (insight).

Empathy
Saya memilih menggunakan analisis SWOT yang isinya merupakan rangkuman dari dari metode SIGN dan Personality Plus diatas agar bisa  terlihat utuh lalu kemudian saya bisa berempati terhadap diri sendiri   :



Define
Untuk mendefinisikan secara jelas siapa, apa dan bagaimana saya, saya mengguankan teknik 5W1H :
  • Siapa saya ?  Saya adalah seorang ibu pembelajar yang juga berkiprah pada bidang pelayanan publik yang sangat menyukai menulis dan berbicara didepan umum, dengan modal tipe kepribadian yang mendukung untuk itu.
  • Apa yang saya lakukan ? Saya melakukan berbagai langkah untuk menambah wawasan dalam dunia parenting, dengan mengikuti berbagai komunitas & seminar lalu saya berusaha mengimplementasikan pada pendidikan anak saya. Saya pun melakukan pekerjaan di bidang pelayanan yang saya minati dengan sesekali mengambil kesempatan untuk memberikan seminar atau penyuluhan pada berbagai lapisan masyarakat.
  • Mengapa saya disini? Saya berada disini untuk bisa bermanfaat bagi anak saya, keluarga saya dan lebih luasnya banyak anak di Indonesia.
  • Dimana saya memulainya ?  Dari diri sendiri, keluarga kecil, lalu masyarakat luas dengan konseling dan edukasi yang saya berikan.
  • Kapan saya memulai ? Saya memulai jauh sebelum saya bertemu dengan suami, saat saya bercita-cita ingin menjadi seorang dokter anak.
  • Bagaimana cara melakukannya ? Dengan mendayagunakan semua yang saya miliki dan memanfaatkan semua peluang yang ada juga melalui pendidikan formal (kedokteran anak) maupun non formal (seminar, komunitas, buku dsb).

Maka bisa kita simpulkan insight yang dihasilkan adalah:
Bagaimana saya bisa menjalani dua proses sebagai ibu serta sebagai pelayan publik dengan seimbang dan bisa menyerap serta mengimplementasikan semua ilmu yang saya dapat ?

2. Creation (Ideate)
Langkah kedua adalah menciptakan ide-ide (creation) yang dapat dilakukan agar bisa menjawab Insight dari langkah sebelumnya.  Jika digabungkan dengan NHW sebelumnya maka ide yang harus dilakukan adalah dengan melaksanakan checklist yang saya buat pada #NHW2, dengan penambahan sebagai berikut :
  • Belajar memanajemen diri dan emosi dengan banyak membaca buku mengenai psikological healing serta melatih diri untuk tidak selalu high expect serta membuat waktu khusus untuk bertafakur diri, minimal sebelum tidur selama 15 menit setiap harinya.
  • Belajar memajamenen waktu agar tidak lebih condong pada yang lain sehingga prioritas yang telah ada malah terlewati dengan memperhatikan checklist yang telah dibuat dan bekerja sama dengan suami agar bisa saling mengingatkan.
  • Ikut terlibat aktif dalam komunitas yang diikuti minimal bisa memberikan kontribusi positif dalam setiap kegiatannya, minimal mengikuti WAG saat senggang, ikut Kopdar dan ikut satu kegiatan tahunan.
  • Memahami bahwa audience saya yang pertama dan utama adalah anak dan suami saya, maka tingkat kepuasan dan penerimaan mereka adalah tujuan penting dalam semua kegiatan yang saya lakukan. Maka waktu untuk suami dan anak harus tetap bisa berkualitas setiap harinya. Maksimal waktu diluar rumah adalah 8 jam pada weekday di siang hari dan off pada weekend kalaupun ada kegiatan diusahakan membawa anak dan suami.

3. Delivery (Prototype - Test)
Langkah terakhir adalah membuat prototype kegiatan lalu test (feedback) secara berkala yang tujuannya sebagai review hasil implementasi desain pembelajaran yang telah disusun. Prototype kegiatan yang akan saya buat antara lain :
  • Menuangkan semua yang saya lakukan dan saya pikirkan melalui media sosial & Blog agar bisa memberikan influence dan edukasi positif bagi banyak orang, minimal 1x dalam satu minggu.
  • Membuat rangkuman kegiatan anak yang positif tidak hanya dalam bentuk tertulis  di buku pribadi tetapi dalam bentuk postingan di media sosial agar juga bisa memberikan contoh kepada banyak orang.
  • Mengisi checklist indikator pencapaian yang telah dilakukan setiap harinya agar bisa dilihat secara obyektif apa yang kurang dan mana yang sudah cukup baik pada #NHW2 lalu akan saya mintakan feedback pada suami, anak juga secara jujur pada diri sendiri dengan feedback indikator dibawah ini:
Feedback indikator



Bismillah semoga saya diberi kekuatan dan keistikomahan agar bisa melaksanakan apa yang telah saya tulis ini. Desain pembelajaran ini akan saya evaluasi hingga akhir tahun 2018 jika cukup baik akan saya lanjutkan untuk membuat desain pembelajaran yang sama bagi anak saya


Salam,

Astri Sulastri Prasasti
#NHW5
IIP Batch 6






#NiceHomework4 (NHW 4)

Mendidik Anak Dengan Kekuatan Fitrah 

Setiap anak lahir tidak seperti kertas kosong tetapi melekat beberapa fitrah pada dirinya. Tugas orang tua adalah bagaimana kita bisa menjaga fitrah tersebut agar tidak tercederai.













Astri Sulastri Prasasti
NHW4
IIP Batch 6

#NiceHomework2 (NHW 2)

Checklist Indikator Profesionalisme Perempuan


Setelah melewati #NHW1 maka selanjutnya kita sebegai ibu pembelajar diminta untuk membuat indikator-indikator dari keberhasilan yang ingin kita capai. Indikator dibawah ini saya susun berdasarkan nilai-nilai yang ingin saya amalkan dan juga hasil saya berdiskusi bersama suami, terutama poin menjadi istri dan ibu yang baik. Ceklist ini sangat mungkin berbeda dengan ceklist ibu yang lain karena disesuaikan dengan visi dan misi keluarga jugs kondisi keluarga masing-masing.










Demikan indikator yang saya buat, semoga indikator yang sederhana ini mampu saya lakukan dengan istikomah dan membuat saya bersemangat untuk menjadi lebih baik lagi dari hari ke hari baik sebagai indivitu, sebagai istri maupun sebagai ibu.
Aamin...


Astri Sulastri Prasasti
NHW2
IIP Batch 6

#NiceHomework1 (NHW 1)

Adab Menuntut Ilmu  

Materi pertama dalam Matrikulasi IIP ini mengenai adab yang didahulukan dalam mencari ilmu dengan quote yang saya garis bawahi "Menuntut ilmu adalah salah satu cara meningkatkan kemuliaan hidup kita, maka carilah dengan cara-cara yang mulia".

Berikut beberapa poin pertanyaan dalam NHW1 dimana sebelum menuntut ilmu kita harus tau dulu ilmu apa yang ingin kita miliki, apa asalan terkuat untuk kita belajar ilmu tersebut dan apa strategi yang akan dilakukan,


Tentukan satu jurusan ilmu yang akan anda tekuni di universitas kehidupan ini?
 
Salah satu ilmu yang akan terus kita jalani sampai akhir hayat adalah Seni Menjadi Orang tua. Rata-rata dari kita mungkin termasuk kategori well educated tetapi tidak menjamin sudah menjadi orang tua yang baik, dalam kaca mata umum. Karena, menjadi orang tua tidak ada sekolahnya, tidak ada batas waktu belajarnya, dan tidak ada benar sekali atau salah sekali. Maka pantas dikatakan bahwa menjadi orang tua adalah seni. Bagaimana bisa menjadi orang tua dari satu, dua bahkan sepuluh anak dengan sifat dan karakter yang berbeda. Bagaimana menjadi orang tua dengan satu bahkan puluhan kemungkinan kondisi berbeda antara satu dengan lainnya. Tentu ada perlakuan berbeda, ada tantangan dan jawaban yang berbeda, disitulah diperlukan seni menjadi orang tua.


Alasan terkuat apa yang anda miliki sehingga ingin menekuni ilmu tersebut?
 
Tidak ada alasaan yang lebih kuat untuk menguasai seni menjadi orang tua selain melunaskan kewajiban sekaligus bentuk kesyukuran pada Allah SWT karena telah menitipkan mahluk luar biasa ada dalam jangkauan kita. Alasan untuk menjadi orang tua yang baik, alasan membahagiakan anak, alasan mengedukasi anak, sungguh semuanya bermuara pada satu titik dimana hanya ridha Allah SWT sebagai tujuannya.


Bagaimana strategi menuntut ilmu yang akan anda rencanakan di bidang tersebut?

  1. Mencari kelompok maupun komunitas yang sesuai dengan visi misi keluarga sehingga keinginan menuntut ilmu bisa selalu terpupuk. Selain itu, dalam kelompok atau komunitas akan tercipta take and give balance, bisa saling menyemangati, bisa saling support dalam kebaikan satu sama lain.
  2. Menghadiri majelis-majelis ilmu yang diminati atau dirasa perlu dikuatkan dalam menjadi orang tua dan mendidik anak.
  3.  Sabar dan rileks dalam semua proses implementasi ilmu, karena mungkin jauh dari idealisme dan ilmu teori. Ingat kembali pada konsep bahwa menjadi orang tua adalah seni, yang tidak ada sekolah dan tidak ada batas waktu belajarnya.
  4. Serahkan kembali semua pada Allah SWT, bahwa manusia berkewajiban mengusahakan sesuai dengan kesanggupan sedang pemilik dan penentu segalanya tetap Sang Maha Kuasa.

Berkaitan dengan adab menuntut ilmu,perubahan sikap apa saja yang anda perbaiki dalam proses mencari ilmu tersebut?

Sebagai seorang dokter yang terbiasa belajar dan membaca lalu mencari literature secara mandiri karena sudah terbentuk dalam sistem pendidikan dokter serta tuntutan menjadi dokter sebagai log life learner terkadang membuat saya ‘merasa sudah tau’akan suatu hal. Padahal sayapun sadar bahwa hal tersebut adalah fatal bagi seorang pembelajar. Maka hal pertama yang harus diperbaiki adalah adab pada diri sendiri. Ketika adab pada diri sendiri sudah mampu dituntaskan maka tentu adab-adab yang lain sangat penting untuk dikuasai. 
Astri Sulastri Prasasi
NHW1
IIP Batch 6

Minggu, 19 Agustus 2018

Untukmu, yang Selalu Ada (#NHW3)

Saat menulis ini,  potongan cerita demi cerita sejak pertama kali bertemu,  10 tahun yang lalu di bulan Juli terputar begitu saja satu per satu. Kita kenal tepat di hari pertama masuk orientasi sebagai mahasiswa baru di kota pelajar. Kamu si orang asing datang ke kost ku untuk meminjam parkiran disaat masih banyak kost lain yang bisa dijadikan penitipan kendaraan karena mahasiswa lainpun begitu, letaknya bahkan bersebelahan dengan kampus. Sejak detik itu kamu resmi menjadi teman pertamaku dan tidak pernah terbayang akan menjadi teman hidupku hingga kini. Aku mahasiswi baru yang seorang diri,  bahagia saja tanpa diundang tanpa diduga ada teman baru 'menawarkan diri'.
Kehidupan kampus yang up and down menarik kita pada satu lingkaran yang sama,  bidang kemahasiswaan dan organisasi. Praktis kita bahkan menjadi teman satu obrolan hampir setiap hari. Sampai pada suatu hari entah bagaimana,  kamu meminta bantuan untuk meminjam akun Facebook ku untuk membuat seolah-olah kita berpacaran karena banyak yang mengganggu dan kamu sulit untuk menolak,  katamu. Aku menurut saja,  karena media sosial bukan suatu hal penting bagiku waktu itu. Sekedar membantu membuat status palsu boleh saja lah, pikirku. Tanpa ku sadari,  hal itulah yang membuat kita semakin intens dari hari ke hari. Sampai pada suatu saat,  aku bahkan merasa sulit untuk kehilangan kedekatan itu

Karena kepentingan pendidikan kita pun terpisah satu provinsi jauhnya selama beberapa tahun. Meski long distance,  tetapi sepertinya magnet antara kita belum juga hilang karena terbukti setelah terpisah lama itu akhirnya justru kamu malah semakin yakin lalu menghadap kepada orang tuaku secara langsung. Aku si perempuan setengah matang yang sedang getol mengikuti twit hits ust @felixsiaw dg tagar #udahhalalinaja pun iya-iya saja lalu ku bilang,  hapalkan surat Ar-Rahman setelah hapal baru kita menikah. Bukannya mundur,  kamu malah bilang iya. Saat itu bukan cuma kamu yang menerima syarat,  ada orang lain yang ku harap hapalannya bisa selesai lebih dulu. Kamu tahu itu.

Alasanku mengajukan syarat hapalan bukan karena aku tinggi hati atau sok-sokan merasa baik. Bukan. Aku bahkan malu. Aku hanya sekedar punya mimpi akan dipinang dengan surat Ar rahman saat pertama kali ku dengar surat ini dibacakan. 

Diluar dugaan,  kamu lah yang keluar sebagai pemenangnya. Kamu bahkan berhasil memenangkan hati orang tuaku. Inilah alasan terkuatku,  sebenarnya. Butuh hampir dua bulan berjalan,  aku harus komitmen dengan syarat yang aku ajukan meski dalam hati penuh ragu dan banyak bertanya-tanya,  oke kita menikah, ku sampaikan itu padamu setelah kita berdua mengucap janji profesi.

Dihadapkan pada kemungkinan terpisah lagi karena keharusan profesi dan kali ini mungkin terpisah lebih jauh yaitu berbeda pulau,  maka proses pernikahan kita pun berlangsung sangat cepat,  meski juga tidak cukup untuk dibilang instan. Aku bahkan yang saat itu masih sangat on fire bekerja sebagai seorang dokter baru tidak banyak terlibat dengan urusan pernikahan,  terima sajalah karena itu adalah ranah orang tua pikirku. Raga yang sibuk berkutat dengan pekerjaan tidak menghilangkan sindrom pasangan pra pernikahan. Galau,  ragu,  sempat berkali-kali ingin mundur,  berkali-kali shalat istikharah tetap tidak tenang. Tapi ku tanya pada pasangan lain yang sudah lebih  dulu,  begitu memang katanya.  Jangan hiraukan jalani saja.

Sampai H-1 keraguan itu semakin besar,  namun sudah sulit untuk berkilah,  kemarin kemana saja begitu orang tua ku berusaha meyakinkan. Bismillah dengan tidak sepenuh hati akupun berani melangkah pagi itu untuk menuju ruang akad dimana kamu untuk pertama kali nya akan membuktikan hapalan yang ku minta sebagai syarat didepan semua orang. Air mata menetes, semakin deras seiring lantunan Ar Rahman yang kamu senandungkan,  surat yang begitu ku suka entah kenapa. Detik itu menjadi kali kedua aku menangis karena surat ini.  Pertama kali saat shalat Ramadhan tahun pertama  di masjid kampus Ulil Albab,  kali kedua karena hapalan mu. Dalam hati,  masih berusaha meyakinkan diri 'Ya Allah teguhkan aku pada pernikahan ini,  ridhai jalan yang ku pilih, dan jaga selalu hatiku'  itu yang terus kuucap. Hari itu resmilah hubungan kita sebagai pasangan hidup,  mau tidak mau,  bisa tidak bisa semua kegalauan ku harus ku sudahi. Aku paham.

Jauh dari orang tua dan jauh pula dari keramaian,  tahun pertama pernikahan kita lewati di sebuah kota kecil di Sulawesi Selatan. Akhirnya kita bisa satu lokasi penugasan karena memang sudah menikah Jatuh bangun tahun pertama sebagai suami istri sangat ku rasakan. Aku seorang perfeksionis sedangkan kamu seorang Yes Man sangat jauh dari yang ku bayangkan, setidaknya saat itu aku bahkan sempat ingin berpisah saja. Sifat ke-aku-an masih sangat kental.  Rupanya tahun-tahun lalu sebagai teman diskusi belum cukup untuk aku bisa mendalami kamu. Saking sedih dan campur aduk menghadapi kenyataan dalam pernikahan aku memberanikan diri menelepon orang tua,  sekedar curhat meski ku tahu itu dilarang. Tidak pernah ku ceritakan masalah rumah tangga ini kepada siapapun kecuali sang Khalik, namun hatiku terus memberontak. Orang tua ku bilang di ujung telepon sana,  sabar jalani dulu kewajiban hingga selesai. Banyak petuah kudapat,  lima tahun pertama pada pernikahan memang tidak mudah bahkan ada yang menjalani itu hingga 10 tahun lebih,  katanya. Aku pun berusaha menahan diri,  bersabar,  ku cari apa yang Allah maksudkan dengan menghadirkan kamu dalam hidupku.
Sebegitunya? Iya,  entah kenapa.
Hingga di bulan-bulan terakhir masa tugas kita,  Allah menitipkan janin pada rahimku. Tahun pertama terlewati. Setelah kembali kota lalu menjadi orang tua kehidupan pernikahan kita semakin membaik. Batu kerikil kiri kanan,  angin kencang sesekali mendera,  alhamdulilah bisa terlewati. Semoga anak kita kelak yang akan selalu menjadi pengingat betapa kita memperjuangkan pernikahan ini. Meski memang tahun-tahun berat yang telah dan masih lewat masih jauh dari kesempurnaan tapi semua orang punya proses masing-masing kan? Ah sekarang si perfeksionis sudah mulai melunak.

Sampai hari ini, tidak terasa sudah 4 tahun kita bersama dan sudah ada malaikat kecil,  baby El diantara kita. Meski banyak berubah tentu saja, tapi ada satu yang tetap ada dari dirimu yaitu kamu yang selalu ada untukku dalam semua hal dan kerumitan yang aku buat.
Terima kasih  telah selalu ada berpuluh-puluh kali bahkan mungkin sudah ratusan kali disaat banyak hal membuatku begitu tidak stabil. Terima kasih telah selalu bertahan denganku,  disaat banyak kesempatan untuk meng-iya kan keinginanku berpisah namun karenamu juga hingga hari ini kita masih terus bersama. Terima kasih telah selalu bersedia mengalah meski sebelumnya kita berdebat panas dan alot. Berkali-kali bahkan ratusan kali karena aku si perfeksionis dan kamu si Yes Man. Terima kasih telah selalu bersedia selalu mendukung semua keinginan dan keputusanku. Terima kasih telah selalu bersedia memback up atas banyak kebodohan dan kekeliruanku. Terima kasih telah selalu percaya pada kemampuanku atas banyak kegagalan yang aku lakukan. Terima kasih telah selalu yakin pada diriku atas banyak keraguan yang aku punya.

Sekarang aku mulai paham kenapa Allah dengan segala keajaibannya terus mendekatkan kita. Segala proses dalam hubungan ini yang penuh keajaiban tetapi kita tidak juga bisa kabur satu sama lain.  Padahal kesempatan itu ada dan bisa saja diambil. Sebegitu besar kasih sayang Allah aku rasa lewat kehadiranmu dan keluarga mu yang 180 derajat berbeda dengan yang ku pikirkan.  Aku merasa banyak hikmah pada diriku sehingga bisa berubah sedikit demi sedikit menjadi makhluk yang lebih baik lagi walau masih jauh dari definisi baik itu sendiri. Ditambah dengan kehadiran anak kita,  makhluk yang berhasil mengambil porsi besar dalam hatiku. Aku bisa melihat dunia yang jauh berbeda. Seperti mendapat insight baru. Terima kasih,  atas segala yang kamu buat.Terima kasih.

Aku harap teruslah bersabar terhadap istrimu yang bengal ini.
Teruslah ada disamping ku.  Juga teruslah bisa ada didepan dan dibelakangku untuk membimbing maupun mendorong ku maju. Aku harap kita bisa terus bersama melihat anak-anak kita kelak berbahagia dengan kehidupannya masing-masing. Aku harap kita bisa terus bersama agar kita punya lebih banyak waktu mengenang dan melakukan banyak hal bersama.

Maafkan aku atas segala yang pernah ku lakukan. Maaf atas segala kekurangan dan kebodohanku. Maaf kan aku yang masih butuh waktu banyak dan akan terus belajar menjadi istri dan ibu yang baik. Maaf aku si perfeksionis yang jauh dari kesempurnaan. Akhirnya, akan kuucap kalimat yang tidak pernah kuucap secara langsung padamu,

I Love You,  Bi ❤️


Tertanda,
Astri Sulastri Prasasti
#NHW3 IIP Batch 6