BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit jantung dan pembuluh darah sampai saat ini masih merupakan
penyebab kematian nomor satu di dunia. Diperkirakan akan semakin banyak orang
yang meninggal karena penyakit jantung dan pembuluh darah dibandingkan dengan
penyakit lain. Dari survei yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2004, diperkirakan
sebanyak 17,1 juta orang meninggal (29,1% dari jumlah kematian total) karena
penyakit jantung dan pembuluh darah. Dari kematian 17,1 orang tersebut
diperkirakan 7,2 juta kemantian disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Pada
tahun 2030, WHO memperkiraqkan akan terjadi 23,6 juta kematian karena penyakit
jantung dan pembulu darah. Asia tenggara juga diprediksikan merupakan daerah
yang mengalami peningkatan tajam angka kematian akibat penyakit jantung dan
pembuluh darah.
Manifestasi komplikasi penyakit jantung dan pembuluh darah yang paling
sering diketahui dan bersifat fatal adalah kejadian henti jantung mendadak.
Sampai saat ini kejadian henti jantung mendadak merupakan penyebab kematian
tertinggi di amerika dan kanada. Walaupun angka insiden belum diketahui secara
pasti, pusat pngendalian pencegahan dan control penyakit amerika serikat
memperkirakan 330.000 orang meninggal karena penyakit jantung koroner di luar
rumah sakit atau di ruang gawat darurat. 250.000 di antaranya meninggal di luar
rumah sdakit. Di Indonesia sendiri, berdasarkan prevalensi nasional penyakit
jantung sebesar 7,2% namun angka henti jantung mendadak belum didapatkan.
Sebagian besar kejadian henti jantung mendadak terdokumentasi
memperlihatkan irama ventricular
fibrillation (VF). Untuk mempertahankan kelangsungan hidup, terutama jika
henti jantung mendadak tersebut disaksikan, maka tindakan Bantuan Hidup Jantung
Dasar harus secepatnya dilakukan, berdasarkan penelitian, bantuan hidup jantung
dasar akan memberikan hasil yang paling baik jika dalam waktu 5 menit pertama
saat defibrillator (AED). Pada
umumnya waktu yang diperlukan Sesudah
dilakukan permintaan tolong awal dengan jarak atara system pelayanan
kegawatdaruratan medis serta lokasi kejadian akan memakan waktu lebih dari 5
menit, sehingga untuk mempertahankan angka keberhasilan yang tinggi, tindakan
bantuan hidup jantung dasar bergantung terhadap pelatihan umum bantuan hidup
jantung dasar terhadap kau awam serta ketersediaan alat AED sebagai fasilitas
umum. Keberhasilan kejut jantung enggunakan defibrilaor akan menurun 7 – 10%
per minut jika tidak dilakukan tindakan bantuan hidup jantung dasar. Sebagai konsekuensi,
semakin laa waktu yang diperlukan untuk melakukan tindakan kejut jantung
pertama kali, maka semakin kecilpeluang keberhasilan tindakan tersebut.
Tindakan bantuan hidup jantung dasar merupakan layanan kesehatan dasar
yang dilakukan terhadap penderita yang menderita penyakit yang mengancam jiwa
sampai penderita tersebut mendapat pelayanan kesehatan secari paripurna.
Tindakan bantuan hidup jantung dasar umumnya dilakukan oleh paramedis, namun di
Negara-negara maju seperti amerika serikat, kanada serta Inggris dapat
dilakukan oleh kaum awam yang telah mendapatkan pelatihan sebelumnya. Tindakan
bantuan hidup jantung dasar secara garis besar dikondisikan untuk keadaan
diluar rumah sakit sebelum mendapat perawatan lebih lanjut, sehingga tindakan
bantuan hidup jantung dasar dapat dilakukan di luar rumah sakit tanpa
menggunakan peralatan medis.
Penyebab tingginya angka kematian
dan kecacatan akibat kegawatdaruratan adalah tingkat keparahan, kurang
memadainya peralatan, sistem yang belum memadai dan pengetahuan/keterampilan
dalam penanggulangan penderita gawat darurat kurang mencukupi. Pengetahuan
penanggulangan penderita gawat darurat memegang porsi besar dalam menentukan
keberhasilan pertolongan. Pada kehidupan nyata, banyak penderita gawat darurat
yang justru meninggal dan mengalami kecacatan yang disebabkan oleh kesalahan
dalam melakukan pertolongan.
Oleh karena itu perlu adanya
peningkatan pengetahuan dan keterampilan penanggulangan pendarita gawat darurat
pada perawat terutama yang bekerja di Unit Gawat Darurat (UGD). Atas dasar
latar belakang ini maka kami melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian
materi tentang bantuan hidup jantung
dasar terhadap tingkat pengetahuan dan sikap perawat dalam
menangani pasien kegawatdaruratan jantung.
1.2 Perumusan Masalah
1.
Apakah
terdapat pengaruh pemberian materi tentang bantuan hidup jantung dasar terhadap tingkat pengetahuan dan sikap
perawat?
1.3 Tujuan penelitian
1.
Tujuan
Umum.
Untuk mengetahui pengaruh pemberian
materi tentang bantuan hidup
jantung dasar terhadap tingkat pengetahuan dan sikap perawat
dalam menangani pasien kegawatdaruratan jantung.
2.
Tujuan
Khusus.
a.
Mengetahui karakteristik perawat di
Puskesmas Malili
b.
Menganalisis perubahan tingkat
pengetahuan dan sikap perawat sebelum dan sesudah pemberian materi tentang
bantuan hidup jantung dasar.
1.4 Manfaat penelitian
1.
Teoritis
a.
Memberi informasi tentang pengaruh pemberian
materi tentang bantuan hidup
jantung dasar terhadap tingkat pengetahuan dan sikap
perawat dalam menangani pasien kegawatdaruratan jantung di Puskesmas Malili.
2. Praktis
a. Manfaat bagi perawat diharapkan hasil penelitian ini dapat
memberikan informasi mengenai
penanganan pertama kegawatdaruratan jantung dengan benar.
b. Bagi puskesmas diharapkan dapat memberikan
pelatihan yang tepat pada perawat yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan
dalam penanganan kegawatdaruratan jantung
BAB II
ISI
2.1 Sistem Respirasi
2.1.1. Anatomi Sistem
Respirasi
Anatomi sistem respirasi terbagi menjadi 4 komponen, yaitu
:
1.
Saluran nafas sebagai tempat
masuknya udara luar ke dalam tubuh manusia
2.
Alveoli, kantong udara tempat
terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida di paru-paru
3.
Komponen neuromuskular
4.
Komponen pembuluh darah : arteri,
kapiler, vena
Saluran pernafasan terbagi menjadi 2, yaitu :
saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Bagian atas terdiri dari
hidung, mulut, laring, faring. Bagian bawah terdiri dari trakhea, bronkus,
bronkiolus dan berakhir di alveoli.
Komponen neuromuskular sistem respirasi meliputi pusat saraf di otak,
batang otak, serta jaras saraf menuju otot diafragma, otot interkosta serta
otot bahu dan leher. Dinding dada terdiri dari 12 pasang tulang iga yang
melekat di vertebra; 10 pasang tulang iga melekat di sternum dan 2 pasang
tulang iga tidak melekat di sternum. Alveoli yang dilapisi oleh selapis sel
tipis dengan pembuluh darah kapiler di dalamnya adalah kantung udara tempat
terjadinya pertukaran antara oksigen dan karbondioksida.
Arteri pulmonalis merupakan pembuluh darah yang
keluar dari ventrikel kanan, berisi darah dengan kandungan oksigen rendah
menuju alveoli paru. Sesudah dilakukan pertukaran oksigen dan karbondioksida di
kapiler, darah tersebut mengalir ke atrium kiri melalu vena pulmonalis dengan
kandungan yang lebih tinggi untuk didistribusikan ke seluruh tubuh.
2.1.2. Fisiologi Sistem
Respirasi
Sistem respirasi berfungsi membawa oksigen dari
udara luar masuk ke dalam darah dan membuat karbondioksida dari dalam tubuh.
Oksigen dibutuhkan sebagai bahan bakar pada metabolisme tubuh.
Sistem kardiovaskuler mendistribusikan darah
baik dari paru-paru ke seluruh tubuh atau sebaliknya. Jika terjadi penurunan
jumlah oksigen yang dibawa dalam darah atau kemampuan darah mengikat oksigen,
maka akan terjadi kerusakan jaringan karena kekurangan oksigen. Untuk
mempertahankan keseimbangan, tubuh mengubah sistem metabolisme dari aerobik
menjadi anaerobik dengan hasil samping adalah asam laktat. Jika proses tersebut
terjadi dalam proses besar akan terjadi asidosis metabolik. Sebaliknya, jika
sistem respirasi mengalami kegagalan maka pengeluaran karbondioksida dalam
tubuh akan mengalami gangguan. Keadaan tersebut akan mengakibatkan penumpukan
gas karbondioksida (hiperkarbia) sehingga darah menjadi asam yang disebut
asidosis respiratori.
Dalam keadaan normal, kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah
mengalami kesetimbangan yang diatur oleh pusat pernafasan di otak.
Karbondioksida juga berfungsi sebagai stimulus primer pengaturan kecepatan dan
kedalaman pernafasan.
2.1.3. Henti Nafas dan
Gangguan Sistem Respirasi
Konsekuensi gangguan respirasi adalah gangguan
distribusi oksigen yang adekuat ke seluruh tubuh. Sebagai contoh, bila
penderita mengalami henti nafas maka diperlukan ventilasi bantuan dengan
tekanan positif dari mulut ke mulut, mulut ke sungkup atau bag mask
ventilation. Ventilasi dengan tekanan positif dan suplemen oksigen, untuk
membantu supaya asupan oksigen ke tubuh tetap adekuat.
2.1.4. Henti Nafas Sentral
Pusat pernafasan di otak dipengaruhi oleh
aliran darah serta kadar oksigen dan karbondioksida dalam tubuh. Keadaan
tertentu seperti henti jantung, syok, atau stroke menyebabkan gangguan aliran
darah ke otak. Pernafasan akan berhenti beberapa detik Sesudah henti jantung.
Penurunan suplai oksigen serta gangguan pengeluaran oksigen dari tubuh yang disebabkan
oleh sumbatan jalan nafas atau gangguan otot-otot rangka pernafasan juga
menyebabkan henti nafas.
2.1.5. Sumbatan Jalan Nafas
Sumbatan jalan nafas adalah tertutupnya jalan
nafas yang umumnya disebabkan oleh benda asing yang menutupi jalan nafas atau
jatuhnya lidah dan epiglotis saat penderita tertidur atau tidak sadarkan diri.
Menurut data statistik di Amerika Serikat, kematian akibat jalan nafas
disebabkan benda asing sangat jalan terjadi (1,2 per 100.000 kematian), namun
penanganan kasus-kasus sumbatan jalan nafas yang disebabkan benda asing perlu
diketahui masyarakat untuk penganganan di rumah, restaurant dan tempat lain.
2.2
Sistem Kardiovaskuler
2.2.1
Anatomi
Gambar 1. Anatomi Jantung (Martini, 2008)
1)
Lapisan jantung (Martini, 2008):
(a)
Pericardium, terdiri dari parietal
(bagian luar) dan visceral (bagian yang langsung melekat pada jantung).
(b)
Miokardium
(c)
Endokardardium
2)
Ruang-ruang
jantung (Martini, 2008):
(a)
Atrium
kanan-atrium kiri (dipisahkan oleh septum interatrium).
(b)
Ventrikel
kanan-venrtikel kiri (dipisahkan oleh septum interventrikel).
(c)
Antara atrium dan ventrikel
dipisahkan septum interatrioventrikularis.
3)
Anatomi
bagian dalam jantung
Berawal dari vena cava inferior dan superior kemudian ke atrium kanan
(muara dari vena cava inferior, vena cava superior dan sinus coronarius). Di
atrium kanan ada struktur khas yaitu auricula yang letaknya kanan dan kiri,
kemudian masuk ke ventrikel kanan melalui valvula trikuspidalis (mempunyai 3 cuspis yaitu anterior,
posterior, media), di ventrikel
kanan terdapat muculus papilaris dan corda tendinae, dilanjutkan
ke truncus pulmonaris, masuk ke valvula
pulmonalis (punya 3 cuspis posterior, kanan, kiri), ke vena pulmonaris, kemudian masuk ke
atrium kiri. Dari atrium kiri darah masuk ke ventrikel kiri, kemudian menuju aorta acenden
melalui valvula semilunaris aorta (punya 3 cuspis yaitu anterior, kanan, kiri) (Martini, 2008).
Arteria coronaria kanan merupakan
cabang langsung aorta yang keluar dari sinus aortae kanan, kemudian berjalan
dalam sulcus coronaries di bawah auricula kanan mengelilingi jantung ke arah
posterior. Cabang-cabangnya, yaitu: Ramus coni arteriosi, Ramus nodi sinuatrialis, Ramus marginalis
dexter, Ramus interventricularis posterior, Ramus transversus, Ramus nodi atrioventricularis. Arteria coronaria kiri keluar dari
sinus aortae sinister, kemudian berjalan di antara arteri pulmonalis dengan
auricula kiri dan akhirnya mengeluarkan cabang-cabang, yaitu: Ramus
interventricularis anterior, Ramus circumflexus Ramus nodi sinuatrialis, Ramus nodi
atrioventricularis (Moffat dan Faiz, 2004).
Pola jalan vennae
cordis pada umumnya sama dengan arteri-arterinya, hanya vena berjalan lebih
superficial. Sebagian besar vennae cordis bermuara ke dalam sinus coronarius,
yang terletak pada sulcus atrioventricularis di permukaan posterior jantung,
dan dari tempat ini darah baru dialirkan ke dalam atrium dextrum. Vena cordis
yang bermuara ke dalam sinus coronarius, yaitu: V. cordis magna, V. cordis media, V. cordis parva, V. cordis posterior, dan V. cordis obliqua
Marshalli. Vennae yang langsung bermuara ke dalam ruang-ruang jantung, yaitu: Vv.
cordis anterior dan Vv. cordis minimae Thebesii (Moffat dan Faiz, 2004).
Pembuluh-pembuluh limfe jantung jumlahnya banyak dan tersebar di mana-mana,
baik di dalam jaringan myokardium maupun di permukaannya. Pembuluh-pembuluh ini
disalurkan melalui 2 buah saluran limfe besar ke nodi lymphatici mediastinalis
anteriores, yaitu: Lnn. mediastinalis anterior dexter, menyalurkan limfa dari
bagian kanan jantung mengikuti jalannya arteri coronaria kanan dan Lnn.
mediastinalis anterior kiri, menyalurkan limfa dari bagian kiri jantung,
berjalan pada permukaan truncus pulmonalis (Martini, 2008).
Sistem Limfatik merupakan suatu sistem saluran berlapiskan endotel dengan
dinding tipis yang mengandung cairan dari ruang-ruang jaringan dan
mengembalikannya ke dalam darah. Cairan tersebut disebut cairan limfe, yang
hanya mengalir dalam satu arah, yaitu ke arah jantung. Saluran limfatik
berfungsi untuk menampung atau mengembalikan sebagian cairan yang mengalami
ekstravasasi pada kapiler ke sirkulasi darah sehingga jumlah cairan darah dapat
dipertahankan. Akhir aliran limfatik masuk kembali ke vasa subclavia kiri.
Sepanjang aliran dilengkapi dengan kelenjar getah bening untuk membersihkan
cairan tubuh dari benda asing sebelum masuk sirkulasi darah. Kapiler limfe
berasal dari berbagai jaringan, sebagai pembuluh halus yang terdiri atas satu lapis endotel
dan lamina basal yang tidak utuh. Pembuluh-pembuluh limfe tipis secara
berangsur-angsur bergabung dan akhirnya membentuk dua pembuluh besar, yaitu duktus torasikus
dan duktus limfatikus kanan, dan masing-masing bermuara ke perbatasan antara
vena jugularis kiri dan vena subclavia kiri, serta bermuara ke pertemuan vena
subclavia kanan dengan vena jugularis interna kanan (Moffat dan Faiz,
2004).
Dinding jantung terdiri
dari tiga lapisan yaitu endokardium, miokardium dan epikardium. Endokardium,
merupakan bagian dalam dari atrium dan ventrikel. Endokarium homolog dengan
tunika intima pada pembuluh darah. Endokardium terdiri dari endotelium dan
lapisan subendokardial. Endotelium pada endokardium merupakan epitel selapis pipih dimana
terdapat tight/occluding junction dan
gap junction. lapisan subendokardial
terdiri dari jaringan ikat longgar. Di lapisan subendokardial terdapat vena,
saraf, dan sel purkinje.
Miokardium, terdiri dari
otot polos. Miokardium pada ventrikel kiri lebih tebal dibandingkan pada
ventrikel kanan. Sel otot yang khusus pada atrium dapat menghasilkan
atriopeptin, ANF (Atrial Natriuretic
Factor), kardiodilatin dan kardionatrin yang berfungsi untuk mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Miokardium terdiri dari dua jenis serat
otot yaitu serat kondukdi dan serat kontraksi.
Serat konduksi pada jantung
merupakan modifikasi dari serat otot jantung dan menghasilkan impuls. Serat
konduksi terdiri dari dua nodus di dinding atrium yaitu nodus SA dan AV, bundle of His dan serat purkinje. Serat purkinje merupakan
percabangan dari nodus AV dan terletak
di subendokardial. Sel purkinje mengandung sitoplasma yang besar, sedikit
miofibril, kaya akan mitokondria dan glikogen serta mempunyai satu atau dua
nukleus yang terletak di sentral.
Serat kontraksi merupakan
serat silindris yang panjang dan bercabang. Setiap serat terdiri hanya
satu atau dua nukleus di sentral. Serat kontraksi mirip dengan otot lurik
karena memiliki striae.
Sarkoplasmanya mengandung banyak mengandung mitokondria yang besar. Ikatan
antara dua serat otot adalah melalui fascia
adherens, macula adherens
(desmosom), dan gap junctions.
Epikardium terdiri dari
tiga lapisan yaitu perikardium viseral, lapisan subepikardial dan perikardium
parietal. Perikardium viseral terdiri dari mesothelium (epitel selapis pipih).
Lapisan subepikardial terdiri dari jaringan ikat longgar dengan pembuluh darah koroner,
saraf serta ganglia. Perikardium parietal terdiri dari mesotelium dan jaringan
ikat.
2.2.2 Fisiologi
Jantung memiliki dua fungsi
yaitu sebagai pompa darah ke seluruh tubuh dan sebagai regulasi hormonal. Pada
bahasan kali ini yang akan lebih dibahas adalah jantung sebagai pompa darah.
Ada dua sirkulasi yang berkaitan erat dengan fungsi jantung sebagai pompa yaitu
sirkulasi sistemik dimana jantung memompakan darah ke seluruh tubuh dari
ventrikel kiri dan sirkulasi pulmonary yaitu jantung memompakan darak ke pulmo
untuk di oksigenasi dari ventrikel kanan (Sherwood, 2001).
Dalam memompa darah baik
secara sirkulasi sistemik maupun pulmonal jantung memiliki sebuah siklus
jantung. Tahapan siklus jantung adalah sebagai berikut (Sherwood, 2001):
1)
Fase Diastole
Pada fase ini darah masuk ke atrium karena
adanya bantuan dari tekanan daran di vena cava lalu darah yang ada di atrium
akan masuk ke ventrikel karena membukanya katup atrioventrikular. Darah yang
masuk ke ventrikel secara pasif hanya 70%.
2)
Fase Kontraksi Atrial
Atrium akan berkontraksi untuk mengalirkan
darah yang tersisa di atrium agar dapat masuk ke ventrikel. Darah yang masuk
pada fase ini adalah 30%.
3)
Fase Kontraksi isovolumetric
Keadaan dimana tekanan didalam ventrikel
sudah lebih besar dari tekanan di atrium sehingga menutup katup
atiroventrikular, tetapi tekanan di ventrikel belum melebihi tekanan di arteri
sehingga katup semilunaris belum membuka. Pada fase ini tidak terjadi perbedaan
volume darah yang ada terjadi hanya perbedaan tekanan.
4)
Fase Ejeksi
Tekanan darah di ventrikel sudah melebihi
tekanan darah di arteri sehingga katup semilunaris membuka dan darah dialirkan
ke paru dan seluruh tubuh. Pada fase ini darah yang di alirkan dari tiap
vcentrikel hanya 60%. Darah yang dikeluarkan tiap denyutannya di kenal sebagai
velume sekuncup atau stroke volume.
5)
Fase Isovolumetric Relaxation
Pada fase relaksasi otot, tekanan di
ventrikel menjadi lebih rendah dari tekanan di arteri sehingga terjadi
penutupan katup semilunaris, akan tetapi tekanan di ventrikel masih lebih besar
dari tekanan di atrium sehingga katup atrioventrikular belum membuka.
Gambar 2.
Siklus jantung (Cummings, 2004)
Kontraksi otot jantung untuk mendorong darah dicetuskan
oleh potensial aksi yang menyebar melalui membran sel otot. Jantung
berkontraksi atau berdenyut secara berirama akibat potensial aksi yang
ditimbulkan sendiri, suatu sifat yang dikenal dengan otoritmisitas. Terdapat
dua jenis khusus sel otot jantung yaitu
99% sel otot jantung kontraktil yang melakukan kerja mekanis, yaitu
memompa. Sel-sel pekerja ini dalam keadaan normal tidak menghasilkan sendiri
potensial aksi. Sebaliknya, sebagian kecil sel sisanya adalah, sel otoritmik,
tidak berkontraksi tetapi mengkhususkan diri mencetuskan dan menghantarkan
potensial aksi yang bertanggungjawab untuk kontraksi sel-sel pekerja.
Gambar 3. Penjalaran impuls
pada jantung (Cummings, 2004)
Kontraksi otot jantung dimulai dengan adanya aksi potensial
pada sel otoritmik. Penyebab pergeseran potensial membran ke ambang masih belum
diketahui. Secara umum diperkirakan bahwa hal itu terjadi karena penurunan
siklis fluks pasif K+ keluar yang langsung bersamaan dengan
kebocoran lambat Na+ ke dalam. Di sel-sel otoritmik jantung, antara
potensial-potensial aksi permeabilitas K+ tidak menetap seperti di
sel saraf dan sel otot rangka. Permeabilitas membran terhadap K+
menurun antara potensial-potensial aksi, karena saluran K+
diinaktifkan, yang mengurangi aliran keluar ion kalium positif mengikuti
penurunan gradien konsentrasi mereka. Karena influks pasif Na+ dalam
jumlah kecil tidak berubah, bagian dalam secara bertahap mengalami depolarisasi
dan bergeser ke arah ambang.Sesudah ambang tercapai, terjadi fase naik dari
potensial aksi sebagai respon terhadap pengaktifan saluran Ca2+ dan
influks Ca2+ kemudian; fase ini berbeda dari otot rangka, dengan
influks Na+ bukan Ca2+ yang mengubah potensial aksi ke
arah positif. Fase turun disebabkan seperti biasanya, oleh efluks K+
yang terjadi karena terjadi peningkatan permeabilitas K+ akibat
pengaktifan saluran K+.Sesudah potensial aksi usai, inaktivasi
saluran -saluran K+ ini akan mengawali depolarisasi berikutnya.
Sel-sel jantung yang mampu mengalami otortmisitas ditemukan pada nodus SA, nodus AV, berkas His dan serat purkinje.
Tabel
1. Kecepatan normal pembentukan potensial aksi di jaringan otoritmik jantung
Jaringan
|
Potensial aksi per menit
|
Nodus SA (
pemicu normal)
|
70 – 80
|
Nodus AV
|
40 – 60
|
Berkas His dan
serat-serat purkinje
|
20 – 40
|
(Sherwood, 2003)
Sebuah potensial aksi yang dimulai di nodus SA pertama kali
akan menyebar ke atrium melalui jalur antar
atrium dan jalur antar nodus lalu ke nodus AV. Karena konduksi nodus AV
lambat maka terjadi perlambatan sekitar 0,1 detik sebelum eksitasi menyebar ke
ventrikel. Dari nodus AV, potensial aksi akan diteruskan ke berkas His sebelah kiri lalu kanan dan terakhir adalah
ke sel purkinje. Potensial aksi yang timbulkan di nodus SA akan menghasilkan gelombang depolarisasi yang
akan menyebar ke sel kontraktil melalui gap
junction.
Gambar 4. Bagan potensial aksi di sel
kontraktil jantung (Sherwood, 2003)
Kontraksi otot jantung dilihat dari segi biokimia, otot
terdiri dari aktin, miosin, dan tropomiosin. Aktin, G aktin monomerik menyusun
protein otot sebanyak 25% berdasarkan beratnya. Pada kekuatan ion fisiologik
dan dengan adanya ion Mg2+ akan membentuk F aktin. Miosin, turut
menyusun 55% protein otot berdasarkan berat dan bentuk filamen tebal. Miosin
merupakan heksamer asimetrik yang terdiri dari satu pasang rantai berat dan dua
pasang rantai ringan. Troponin ada tiga jenis yaitu troponin T yang terikat
pada tropomiosin, troponin I yang menghambat interaksi F aktin miosin dan
troponin C yang mengikat kalsium.
Gambar 5. Pengaruh ion Ca2+
terhadap kontraksi otot jantung (Cummings, 2004)
Mekanisme kontraksi otot, adanya eksitasi pada miosit akan
menyebabkan peningkatan kadar Ca2+ di intraseluler.Eksitasi akan
menyebabkan Ca2+ msk dari ECM
ke intrasel melalui L type channels lalu
Ca2+ tersebut akan berikatan dengan reseptor ryanodin-
sensitive reseptor di Sarkoplasmik retikulum dan akan
dihasilkan lebih banyak lagi Ca2+ ( CICR = Ca2+
induced Ca2+ release).
Kalsium yang masuk akan berikatan dengan troponin C dan dengan adanya energi dari ATP akan
menyebabkan kepala miosin lepas dari aktin dan dengan ATP berikutnya akan
menyebabkan terdorongnya aktin ke bagian dalam (M line). Proses ini terjadi
berulang-ulang dan akhirnya terjadi kontraksi otot.
Sumber ATP untuk kontraksi berasal dari anaerob glikolisis,
glikogenolisis, kreatin fosfat, dan fosforilasi oksidatif. SumberATP pertama
sekali adalah cadangan ATP, Sesudah itu menggunakan kreatin fosfat diikuti
dengan glikolisis anaerob, lalu glikolisis aerob dan akhirnya lipolisis.
Kecepatan denyut jantung terutama
ditentukan oleh pengaruh otonom pada nodus SA. Nodus SA dalam keadaan normal
adalah pemacu jantung karena memiliki kecepatan depolarisasi paling tinggi.
Penurunan gradual potensial membran secara otomatis antara denyutan secara umum
dianggap disebabkan oleh penurunan permeabilitas terhadap K+.
Jantung dipersarafi oleh kedua divisi sistem saraf otonom, yang dapat
memodifikasi kecepatan kontraksi, walaupun untuk memulai kontraksi tidak
memerlukan stimulai saraf. Saraf parasimpatis ke jantung adalah saraf vagus
terutama mempersarafi atrium, terutama nodus SA dan AV, sedangkan persarafan ke
ventrikel tidak signifikan.
2.3. Sistem Serebrovaskuler
2.3.1 Anatomi sistem
serebrovaskuler
Susunan sistem saraf pusat terdiri dari otak
besar (serebrum), otak kecil (serebelum), batang otak dan susunan saraf spinal.
Bagian otak yang memiliki peranan besar dalam sistem saraf adalah serebrum yang
mengendalikan hampir sebagian besar kegiatan sensorik dan motorik tubuh.
Serebrum terdiri dari 2 hemisfer yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Setiap
hemisfer terdiri dari beberapa lobus, yaitu lobus anterior, medial, parietal,
temporal dan oksipital. Masing-masing hemisfer mengatur dan mengontrol bagian
yang berbeda dari tubuh, secara garis besar hemisfer kiri mengendalikan tubuh
bagian kanan dan hemisfer kanan mengendalikan tubuh bagian kiri. Batang otak
yang terletak diantara otak besar dan susuna saraf spinal memiliki beberapa
jaras yang menghubungkan antara otak besar, otak kecil dan saraf spinal.
Keistimewaan batang otak adalah pusat pengendali saraf otonom (saraf yang berdiri
sendiri) contohnya adalah pusat pernafasan dan peredaran darah.
2.3.2 Sirkulasi pada otak
Otak merupakan bagian tubuh yang paling banyak
memerlukan oksigen untuk aktifitasnya, sehingga diperlukan suplai darah kaya
oksigen secara konstan. Apabila terjadi gangguan aliran darah menuju otak, atau
bila berhenti total, maka akan terjadi kerusakan jaringan otak yang bisa
menimbulkan kematian. Pembuluh darah yang mendarahi otak terbagi menjadi arteri
carotis kanan dan kiri memperdarahi 80% bagian otak, 20% diperdarahi arteri
vertebralis kanan dan kiri. Kedua arteri ini bertemu membentuk lingkaran yang
disebut arteri sirkulus Willisi yang membuat otak tersuplai darah.
2.3.3 Patofisiologi otak
Kerusakan jaringan otak menyebabkan penurunan
fungsi bagian yang terkena. Sebaliknya bagian otak yang tidak mengalami
kerusakan akan tetap berfungsi secara normal. Keadaan yang mengganggu
metabolisme seperti henti jantung akan mempengaruhi sel-sel otak. Penderita
mungkin akan kehilangan kesadaran, tidak merasakan rangsang atau nyeri, tidak
dapat bergerak, dan kehilangan kontrol terhadap pernafasan. Saat terjadi henti
jantung, semua sel tubuh akan terpengaruh termasuk sel-sel otak.
2.3.4. Interaksi Sistem
Respirasi Jantung dan Otak
Tujuan utama pertolongan gawat darurat kardiovaskuler
adalah untuk mempertahankan, memelihara, dan mengembalikan pasokan oksigen
secara normal ke organ tubuh yang sangat membutuhkan oksigen seperti sel saraf,
jantung, paru dan otak.
Jaringan paru yang merupakan tempat pertukaran
oksigen dan karbondiksida menyediakan suplai oksigen untuk tubuh yang diangkut
dengan menggunakan sel darah yang dipompakan oleh jantung ke seluruh tubuh.
Henti jantung serta henti nafas akan menyebabkan aliran oksigen ke otak
terputus.
2.4. Bantuan Hidup Jantung
Dasar Pada Dewasa
2.4.1
Definisi
Bantuan Hidup Jantung Dasar pada dewasa
adalah tindakan pertolongan medis sederhana yang dilakukan pada penderita yang
mengalami henti jantung sebelum diberikan tindakan pertolongan medis lanjutan.
2.4.2
Tujuan
Memberikan bantuan sirkulasi dan pernapasan yang adekuat sampai keadaan
henti jantung teratasi atau sampai penderita dinyatakan meninggal.
2.4.3
Henti Napas dan Henti Jantung
Henti napas adalah adalah berentinya pernapasan spontan yang disebabkan
gangguan jalan napas, baik parsial maupun total atau karena gangguan di pusat
pernapasan. Henti jantung adalah berhentinya sirkulasi peredaran darah karena
kegagalan jantung untuk melakukan kontraksi secara efektif. Keadaan tersebut
bisa disebabkan oleh penyakit primer dari jantung atau penyakit sekunder non-jantung.
Henti napas dan henti jantung merupakan dua keadaan yang sering berkaitan,
sehingga penatalaksanaannya tidak bisa terpisahkan.
2.4.4 Penyebab Henti Napas
1.
Sumbatan Jalan Napas
Jalan napas dapat
mengalami sumbatan total atau parsial. Sumbatan jalan napas total dapat
menimbulkan henti jantung mendadak karena berhentinya suplai oksigen baik ke
otak maupun ke miokard. Sumbatan jalan napas parsial umumnya lebih lambat
menimbulkan keadaan henti jantung, namun usaha yang dilakukan tubuh untuk bernapas
dapat menyebabkan kelelahan.
Kondisi-kondisi yang menyebabkan sumbatan
jalan napas :
a.
Benda asing (termasuk darah)
b.
Muntahan
c.
Edema laring atau bronkus akibat
trauma langsung pada wajah atau tenggorokan
d.
Spasme laring atau bronkus akibat
radang atau trauma
e.
Tumor
2.
Gangguan Paru
Kondisi-kondisi paru
yang menyebabkan gangguan oksigenasi dan ventilasi antara lain :
a.
Infeksi
b.
Aspirasi
c.
Edema paru
d.
Kontusio paru
e.
Keadaan tertentu yang menyebabkan
rongga paru tertekan oleh benda asing, seperti pneumotoraks, efusi pleura.
3.
Gangguan Neuromuskular
Kondisi-kondisi yang
menyebabkan penurunan kemampuan otot-otot utama pernapasan (otot dinding dada,
diafragma dan otot interkostal) untuk mengembangkempiskan paru antara lain :
a.
Miastena gravis
b.
Sindroma Guillian Barre
c.
Sklerosis multipel
d.
Poliomielitis
e.
Kiposkoliosis
f.
Distrofi muskular
g.
Penyakit motor neuron
2.4.5 Penyebab Henti Jantung
Henti jantung dapat disebabkan karena primer atau sekunder. Kondisi
primer penyebab henti jantung :
1.
Gagal jantung
2.
Tamponade jantung
3.
Miokarditis
4.
Kardiomiopati hipertrofi
5.
Fibrilasi ventrikel yang mungkin
disebabkan oleh iskemia miokard, infark miokard, tersengat listrik, gangguan
elektrolit atau konsumsi obat-obatan.
2.4.6 Indikasi Bantuan Hidup
Jantung Dasar
1.
Henti jantung
2.
Henti napas
3.
Tidak sadarkan diri
2.4.7
Pelaksanaan Bantuan Hidup Jantung Dasar
Urutan pelaksanaan Bantuan Hidup Jantung Dasar yang benar akan
memperbaiki tingkat keberhasilan. Berdasarkan panduan Bantuan Hidup Jantung
Dasar yang dikeluarkan oleh American
Heart Association dan European
Society of Resuscitation, pelaksanaan Bantuan Hidup Jantung Dasar dimulai
dari penilaian kesadaran penderita, aktivasi layanan gawat darurat dan
dilanjutkan dengan tindakan pertolongan yang diawali dengan CABD (Circulation-Airway-Beathing-Defibrilator).
2.4.8
Penilaian Respon
Penilaian respons dilakukan Sesudah penolong yakin bahwa dirinya sudah
aman untuk melakukan pertolongan. Penilaian respons dilakukan dengan cara
menepuk-nepuk dan menggoyangkan penderita sambil berteriak memanggil penderita.
Hal yang perlu diperhatikan Sesudah melakukan penilaian respons penderita :
1.
Bila penderita menjawab atau
bergerak terhadap respons yang diberikan, maka usahakan tetap mempertahankan
posisi seperti pada saat ditemukan atau diposisikan ke dalam posisi mantap;
sambil terus melakukan pemantauan tanda-tanda vital sampai bantuan datang.
2.
Bila penderita tidak memberikan
respons serta tidak bernapas atau bernapas tidak normal (gasping), maka penderita dianggap mengalami kejadian henti jantung.
Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah melakukan aktivasi sistem
layanan gawat darurat.
2.4.9
Pengaktifan Sistem Layanan Gawat Darurat
Sesudah melakukan pemeriksaan kesadaran penderita dan tidak didapatkan
respons dari penderita, hendaknya penolong meminta bantuan orang terdekat untuk
menelepon sistem layanan gawat darurat (atau sistem kode biru bila di rumah
sakit). Bila tidak ada orang lain di dekat penolong untuk membantu, maka
sebaiknya penolong menelepon sistem layanan gawat darurat. Saat melaksanakan
percakapan dengan petugas layanan gawat darurat, hendaknya dijelaskan lokasi
penderita, kondisi penderita, serta bantuan yang sudahdiberikan kepada
penderita.
2.4.10
Kompresi Jantung (Circulation)
Sebelum melakukan kompresi dada pada penderita, penolong harus
melakukan pemeriksaan awal untuk memastikan bahwa penderita dalam keadaan tanpa
nadi saat akan dilakukan pertolongan. Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan
perabaan denyutan arteri karotis dalam waktu maksimal 10 detik. Melakukan
pemeriksaan denyut nadi bukan hal yang muda untuk dilakukan, bakan tenaga
kesehatan yang menolong mungkin memerlukan waktu yang agak panjang untuk
memeriksa denyut nadi, sehingga :
·
Tindakan pemeriksaan denyut nadi
bisa tidak dilakukan oleh penolong awam dan langsung mengasumsikan terjadi
henti jantung jika seorang dewasa mendadak tidak sadarkan diri atau penderita
tanpa respons yang bernapas tidak normal
·
Pemeriksaan arteri karotis
dilakukan dengan memegang leher penderita dan mencari trakea dengan 2-3 jari.
Selanjutnya dilakukan perabaan bergeser ke lateral sampai menemukan batas
trakea dengan otot samping leher (tempat lokasi arteri karotis berada).
2.4.11
Pelaksanaan Kompresi Dada
Kompresi dada terdiri dari pemberian tekanan secara kuat dan berirama
pada setengah bawah dinding sternum. Penekanan ini menciptakan aliran darah
yang akan melalui meningkatkan tekanan intratorakal serta penekanan langsung
pada dinding jantung. Komponen yang perlu diperhatikan saat melakukan kompresi
dada :
·
Penderita dibaringkan di tempat
yang datar dan keras.
·
Tentukan lokasi kompresi di dada
dengan cara meletakkan telapak tangan yang telah saling berkaitan di bagian
setengah bawah sternum.
·
Frekuensi minimal 100 kali per
menit.
·
Kedalaman minimal 5 cm (2 inch).
·
Penolong awam melakukan kompresi
minimal 100 kali per menit tanpa interupsi. Penolong terlatih tanpa alat bantu
napas lanjutan melakukan kompresi dan ventilasi dengan perbandingan 30 : 2
(setiap 30 kali kompresi efektif, berikan 2 napas bantuan).
2.4.12
Airway dan Breathing (Ventilasi)
Perubaan yang terjadi pada alur Bantuan idup Dasar ini sesuai dengan
panduan American Heart Association
mengenai Bantuan Hidup Jantung Dasar, bahwa penderita yang mengalami henti
jantung umumnya memiliki penyebab primer gangguan jantung, sehingga kompresi
secepatnya harus dilakukan daripada menghabiskan waktu untuk mencari sumbatan
benda asing pada jalan napas.
Sesudah melakukan tindakan kompresi sebanyak 30 kali maka dilanjutkan
dengan pemberian bantuan napas sebanyak 2 kali yang diawali dengan membuka
jalan napas. Posisi penderita saat diberikan bantuan napas tetap terlentang. Jika
mungkin dengan dasar yang keras dan datar dengan posisi penolong tetap berada
di samping penderita. Hal yang diperhatikan dalam ventilasi :
·
Napas bantuan 2 kali dalam waktu 1
detik setiap hembusan.
·
Berikan bantuan napas sesuai
dengan kapasitas volume tidal yang cukup untuk memperlihatkan pengangkatan
dinding dada.
·
Berikan bantuan napas bersesuaian
dengan kompresi dengan perbandingan 2 kali bantuan napas Sesudah 30 kali
kompresi.
Buka
Jalan Napas
Pada penderita yang tidak sadarkan diri, maka tonus otot-otot tubu akan
melemah termasuk otot rahang dan leher. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
lidah dan epiglotis terjatuh ke belakang dan menyumbat jalan napas. Jalan napas
dapat dibuka oleh penolong dengan metode :
1.
Head tilt chin lift maneuver (dorong kepala ke
belakang sambil mengangkat dagu). Tindakan ini aman dilakukan bila penderita
tidak dicurigai mengalami gangguan/trauma tulang leher.
2.
Bila penderita dicurigai mengalami
gangguan/trauma leher, maka tindakan untuk membuka jalan napas dilakukan dengan
cara menekan rahang bawah ke arah belakang/posterior (jaw thrust).
Sesudah dilakukan
tindakan jalan napas, langkah selanjutnya adalah dengan pemberian napas
bantuan. Tindakan pembersihan jalan napas, serta maneuver look, listen and feel (liat, dengar dan rasakan) tidak
dikerjakan lagi, kecuali jika tindakan pemberian napas bantuan tidak
menyebabkan paru terkembang secara baik.
Breathing (Ventilasi)
Tindakan memberikan napas bantuan dilakukan kepada penderita henti
jantung Sesudah satu siklus kompresi selesai dilakukan (30 kali kompresi).
Pemberian napas bantuan bisa dilakukan dengan metode :
1. Mulut ke Mulut
Metode pertolongan ini
merupakan merupakan metode yang paling mudah dan cepat. Oksigen yang dipakai
berasal dari udara yang dikeluarkan oleh penolong. Cara melakukan pertolongan
adalah :
·
Mempertahankan posisi head tilt chin lift, yang dilanjutkan
dengan menjepit hidung menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan.
·
Buka sedikit mulut penderita,
tarik napas panjang dan tempelkan rapat bibir penolong melingkari mulut
penderita, kemudian hembuskan lambat, setiap tiupan selama 1 detik dan pastikan
sampai dada terangkat.
·
Tetap pertahankan head tilt chin lift, lepaskan mulut
pennolong dari mulut penderita, lihat apakah dada penderita turun waktu
ekshalasi.
2. Mulut ke Hidung
Napas bantuan ini
dilakukan bila pernapasan mulut ke mulut sulit dilakukan, misalnya karena
trismus. Caranya adalah katupkan mulut penderita disertai chin lift, kemudian hembuskan udara seperti pernapasan mulut ke
mulut. Buka mulut penderita waktu ekshalasi.
3. Mulut ke Sungkup
Penolong menghembuskan
udara melalui sungkup yang diletakkan di atas dan melingkupi mulut dan hidung
penderita. Sungkup ini terbuat dari plastik transparan, sehingga muntahan dan
warna bibir penderita dapat terlihat. Cara melakukan pemberian napas mulut ke
sungkup :
·
Letakkan sungkup pada muka
penderita dan dipegang dengan kedua ibu jari.
·
Lakukan head tilt-chin lift / jaw
thrust, tekan sungkup ke muka penderita dengan rapat, kemudian hembuskan
udara melalui lubang sungkup ke muka penderita dengan rapat, kemudian hembuskan
udara melalui lubang sungkup sampai dada terangkat.
·
Hentikan hembusan dan amati
turunnya pergerakan dinding dada.
4. Dengan Kantung Pernapasan
Alat ini terdiri dari
kantung yang berbentuk balon dan katup satu arah yang menempel pada sungkup
muka. Volume kantung napas ini 1600 ml. Alat ini digunakan untuk pemberian
napas bantuan dengan disambungkan ke sumber oksigen.
Bila alat tersebut
disambungkan ke sumber oksigen, maka kecepatan aliran oksigen bisa sampai 12
L/menit (memberikan konsentrasi oksigen yang diinspirasi sebesar 74,0%).
Penolong hanya memompa sekitar 400-600 ml (6-7 ml/kg) dalam 1 detik ke
penderita. Bila tanpa oksigen dipompakan 10 mg/kg berat badan penderita dalam 1
detik. Caranya dengan menempatkan tangan untuk membuka jalan napas dan
meletakkan sungkup menutupi muka dengan teknik E-C Clamp (bila seorang diri), yaitu jari-jari ketiga, keempat dan
kelima membentuk huruf “E” dan diletakkan di bawah rahang bawah untuk
mengekstensi dagu dan rahang bawah, ibu jari dan jari telnjuk penolong
membentuk huruf “C” untuk mempertahankan sungkup di muka penderita. Tindakan
ini akan mengangkat lidah dari belakang faring dan membuka jalan napas. Hal
yang harus diperhatikan pada tindakan ini antara lain :
1.
Bila dengan 2 penolong, 1 penolong
pada posisi di atas kepala penderita menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan
kiri dan kanan untuk mencegah agar tidak terjadi kebocoran di sekitar sungkup
dan mulut, jari-jari yang lain mengangkat rahang bawah dengan mengekstensikan
kepala sambil melihat pergerakan dada. Penolong kedua secara perlahan memompa
kantung sampai dada terangkat.
2.
Bila 1 penolong, degan ibu jari
dan jari telunjuk melingkari pinggir sungkup dan jari-jari lainnya mengangkat
rahang bawah (E-C Clamp), tangan yang
lain memompa kantung napas sembari melihat dada terangkat.
2.5 Bantuan Hidup Jantung Dasar Pada Anak
2.5.1 Pendahuluan
Bantuan Hidup Jantung Dasar yang diberikan untuk anak dan bayi berbeda
dengan yang dilakukan untuk orang dewasa.
2.5.2
Sebab-sebab Henti Jantung pada Anak
1.
Kegawatan napas yang tidak
dikelola dengan benar.
2.
Akibat penyakit atau trauma.
3.
Masalah gangguan irama jantung
primer jarang pada anak umur kurang dari 8 tahun.
2.5.3
Tahapan-tahapan Bantuan Hidup Jantung Dasar pada Anak
Secara garis besar, prinsip pertolongan Bantuan Hidup Jantung Dasar
baik dewasa atau anak harus dikerjakan secara berurutan. Namun yang sangat
perlu diperhatikan mengenai cara pemberian Bantuan Hidup Jantung Dasar adalah
jumlah penolong dan adanya usaha napas atau tidak. Untuk anak usia >8tahun,
pertolongan sama dengan dewasa.
2.5.4
Penilaian Respons
Penilaian respons pada anak dilakukan Sesudah penolong yakin bahwa
tindakan yang akan dilakyukan bersifat aman bagi penolong dan anak yang
ditolong. Pertama kali yang diperiksa adalah apakah penderita tersebut
memberikan respon terhadap rangsang dengan memanggil dan menepuk atau
menggoyangkan penderita sambil memperhatikan apakah ada tanda-tanda trauma pada
anak tersebut.
2.5.5.
Mengaktifkan Sistem Gawat Darurat
Bila penderita tidak memberikan respons dan penolong lebih dari satu
orang, minta tolong kepada orang terdekat untuk menelpon system gawat darurat
dan mengambil AED. Bila penolong seorang diri dan henti hantung
disaksikan/mendadak baru terjadi, segera aktifkan system gawat darurat dan ambil
AED bila tersedia. Bila penolong seorang diri dan hentik jantung tidak
disaksikan, lakukan RJP selama 2 menit lalu aktifkan system gawat darudat dan
ambil AED.
Gambar 6. Alur Bantuan Hidup Jantung Dasar pada Anak ( Dikutip dari AHA Guidelines for Cardiopulmonary
Resuscitation)
2.5.6
Kompresi Jantung (Circulation)
Pemeriksaan denyut nadi pada bayi dan anak sebelum melakukan komresi
adalah yal yang tidak mudah. Pemeriksaan pada arteri besar pada bayi tidak
dilakukan pada arteri karotis, melainkan pada arteri brakialis atau arteri
femoralis. Sedangkan untuk anak berumur lebih dari satu tahun dapat dilakukan
mirip pada orang dewasa.
Gambar 7. Pemeriksaan Sirkulasi pada Anak dan Bayi
Kompresi
dilakukan segera pada anak dan bayi yang tidak sadarkan diri, tidak ada denyut
nadi serta tidak bernafas. Yang menjadi perbedaan dalam melaksanakan kompresi
adalah teknik kompresi pada bayi yang menggunakan teknik kompresi 2 jari atau 2
ibu jari, sedangkan anak berumur kurang dari 8 tahun teknik satu tangan.
Gambar 8. Kompresi pada Bayi dan Anak
2.5.7
Kompresi Dada pada Anak Umur 1-8 tahun
1.
Letakkan tumit satu tangan pada
setengah bawah strnum, hindarkan jari-jari pada tulang iga anak.
2.
Menekan sternum sekitar 5cm dengan
kecepatan minimal 100 kali per menit.
3.
Sesudah 30 kali kompresi, buka
jalan napas dan berikan 2 kali napas bantuan sampai dada terangkat (1
penolong).
4.
Kompresi dan napas bantuan dengan
rasio 15:2 (2 penolong).
2.5.8
Kompresi Dada pada Bayi
1.
Letakkan 2 jari satu tangan pada
setengah bawah sternum; lebar 1 jari berada di bawah garis intermammari.
2.
Menekan sternum sekitar 4cm
kemudian angkat tanpa melepas jari dari sternum dengan kecepatan minimal 100
kali per menit.
3.
Sesudah 30 kali kompresi, buka
jalan napas dan berikan 2 kali napas bantuan sampai dada terangkat (1
penolong).
4.
Kompresi dan napas bantuan dengan
rasio 15:2 (2 penolong).
2.5.9
Airway dan Breathing (Ventilasi)
Sesudah
melakukan 30 kompresi (untuk 1 penolong) atau 15 kompresi (untuk 2 penolong),
maka diberikan 2 napas bantuan. Teknik pemberian napas bantuan pada anak serupa
dengan teknik pada dewasa. Namun harus diperhatikan pemberian volume pernapasan
tidak berlebihan jika memberikan bantuan napas dengan kantong pernapasan untuk
mecegah pneumotoraks.
2.5.10
Posisi Mantap pada Anak dan Bayi
Jika bayi atau anak sudah kembali ke dalam sirkulasi spontan (ROSC = Return of Spontaneous Circulation), maka
bayi atau anak tersebut dibatingkan ke dalam posisi mantap.
Gambar 9. Posisi Mantap pada Bayi dan Anak
Untuk
anak berumur 1-8 tahun, posisi mantap yang dilakukan serupa dengan dewasa.
Untuk bayi, langkah yang dilakukan adalah :
1.
Gendong bayi di lengan penolong
sambil menyangga perut dan dada bayi dengan kepala bayi terletak lebih rendah.
2.
Usahakan tidak menutupi mulut dan
hidung bayi
3.
Monitor dan rekam tanda vital,
kadar respons, denyut nadi dan pernapasan sampai pertolongan medis datang.
2.6 Pengetahuan
Pengetahuan
adalah keseluruhan
pemikiran, gagasan, ide, konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang
dunia dan isinya termasuk manusia dan kehidupannya. Pengetahuan juga merupakan hasil dari tahu yang terjadi Sesudah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu dan pengetahuan hanya akan terwujud
jika manusia tersebut adalah bagian dari objek itu sendiri.
Penginderaan tersebut terjadi melalui panca indera manusia yang nantinya
akan berperan penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
Pengetahuan
yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
1)
Tahu (Know)
Tahu diartikan
sebagai memanggil (recall) memori yang telah ada sebelumnya Sesudah
mengamati sesuatu. Sehingga tahu merupakan tahap paling
rendah dari pengetahuan.
2)
Memahami (Comprehension)
Memahami
diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menginterpretasikan secara benar suatu objek tertentu. Orang yang memahami
suatu objek dapat menjelaskan, menyebutkan, dan
menyimpulkan objek yang telah
dipelajari.
3)
Aplikasi (Application)
Aplikasi
diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Sesudah memahami suatu proses, juga harus dapat membuat perencanaan
untuk melaksanakan proses tersebut.
4)
Analisis (Analysis)
Analisis adalah
suatu kemampuan untuk menjabarkan
dan memisahkan suatu komponen, kemudian mencari hubungan antar komponen terkait.
5)
Sintesis (Synthesis)
Sintesis merupakan suatu
kemampuan untuk meletakkan atau merangkum satu hubungan yang logis dari komponen pengetahuan yang
dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah menyusun formulasi baru dari formulasi
yang sudah ada sebelumnya.
6)
Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi yaitu
kemampuaan untuk melakukan penilaian terhadap objek. Penilaian didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau norma yang berlaku di masyarakat.
Tingkat pengetahuan
dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif sebagai berikut:
1)
Baik : Hasil presentase 76%-100%
2)
Cukup : Hasil presentase 56%-75%
3)
Kurang : Hasil presentase kurang dari 56%
2.7 Sikap
Sikap adalah suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan
diri dalam situasi sosial atau secara sederhana. Sikap merupakan respon
terhadap stimulasi sosial yang telah terkondisikan.
Sikap merupakan
kesediaan untuk bereaksi (disposition to react) secara positif (ravorably)
atau secara negatif (untavorably) terhadap obyek – obyek
tertentu. Ahli psikologi W.J Thomas yang dikutip oleh Notoadmodjo memberikan batasan
sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif maupun negatif yang
berhubungan dengan obyek psikologi.
Dalam teori Allport
tahun 1954 yang dikutip
oleh Notoadmodjo, menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai
4 komponen pokok yaitu kepercayaan, ide dan konsep terhadap suatu objek,
kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek serta kecenderungan
untuk bertindak. Keempat komponen ini akan membentuk sikap yang utuh. Dalam
penentuan sikap ini, pengetahuan memegang peranan penting.
Adapun tingkatan
sikap yaitu:
1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan.
2) Menanggapi (responding)
Memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang diberikan.
3) Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek memberikan nilai positif
terhadap objek atau stimulus seperti membahas dengan orang lain, mengajak atau
menganjurkan orang lain merespon.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala risiko. Merupakan sikap yang paling tinggi.
Tingkatan sikap dapat
diketahui dan diinterpretasikan dengan skala likert, yaitu untuk pernyataan favourable
bila menjawab:
1)
Sangat
setuju : nilai 5
2) Setuju : nilai 4
3) Ragu-ragu : nilai 3
4) Tidak setuju : nilai 2
5) Sangat tidak setuju : nilai 1
Sedangkan pernyataan unfavourable bila menjawab:
1) Sangat tidak setuju : nilai 5
2) Tidak setuju : nilai 4
3) Ragu-ragu : nilai 3
4) Tidak setuju : nilai 2
5) Setuju : nilai 1
2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
dan Sikap
Dalam teori Lawrence
dan Green yang dikutip oleh Notoadmodjo, perilaku manusia dianalisis dari
tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2
faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior
causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour
causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan oleh 3 faktor, yaitu :
1) Faktor-faktor
predisposisi (predisposing factors),
yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
2) Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam fasilitas atau sarana,
peralatan medis dan nonmedis.
3) Faktor-faktor pendorong (renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
dan sikap seseorang dapat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain
intelegensia, pendidikan, pengalaman, usia, tempat tinggal, pekerjaan, tingkat
ekonomi, sosial budaya dan informasi.
1)
Intelegensia
Intelegensia
merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Tingkat intelegensia mempengaruhi seseorang
dalam menerima suatu informasi. Orang yang memiliki intelegensia tinggi akan
mudah menerima suatu pesan maupun informasi.
2)
Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan
pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi,
baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi tentang
kesehatan yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang
kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana
diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin
luas pula pengetahuannya.
3)
Pengalaman
Pengalaman
sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Misalnya seorang ibu yang
berpengalaman tentang suatu penyakit yang diderita anaknya akan lebih mendalami
penyakit tersebut sehingga di masa yang akan datang apabila kasus serupa
terjadi lagi mendapat penanganan yang tepat.
4)
Usia
Usia dapat
mempengaruhi seseorang, semakin cukup umur maka tingkat kemampuan, kematangan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan menerima informasi. Akan tetapi
faktor ini tidak mutlak sebagai tolak ukur misalnya seorang yang berumur lebih
tua belum tentu memiliki pengetahuan lebih baik mengenai demam berdarah
dibandingkan dengan seseorang yang lebih muda.
5)
Tempat tinggal
Tempat tinggal adalah tempat menetap
responden sehari-hari. Seseorang yang tinggal di daerah endemis demam berdarah lebih sering menemukan kasus demam berdarah di sekitar lingkungan
tempat tinggalnya, sehingga masyarakat di daerah tersebut seharusnya memiliki
tingkat kewaspadaan yang lebih tinggi dibandingkan wilayah non endemis. Hal ini
juga berhubungan dengan informasi yang didapat seseorang di daerah endemis
demam berdarah akan lebih sering mendapatkan penyuluhan kesehatan bila
dibandingkan dengan daerah non endemis.
6)
Pekerjaan
Pekerjaan
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi dan menunjang kebutuhan hidup.
Tujuannya adalah mencari nafkah. Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan
seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung dan tidak
langsung. Misalnya individu yang bekerja sebagai tenaga kesehatan mempunyai
pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan orang lain yang bekerja di luar
bidang kesehatan.
7) Tingkat Ekonomi
Tingkat ekonomi berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang. Individu yang berasal dan
keluarga yang berstatus sosial ekonominya baik dimungkinkan lebih memiliki
pengetahuan lebih baik karena mudah mengakses berbagai informasi yang berasal
dari keluarga berstatus ekonomi rendah.
8) Sosial Budaya
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang
tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Sosial termasuk
pandangan agama, kelompok etnis dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap
khususnya dalam penerapan nilai-nilai keagamaan untuk memperkuat kepribadiannya.
Misalnya orang yang berasal dari suku tertentu memiliki kecenderungan untuk
bersikap lebih peduli atau acuh.
9)
Informasi
dan Media Massa
Informasi yang diperoleh baik
dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka
pendek (immediate impact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Sebagai sarana komunikasi,
berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah,
termasuk peyuluhan kesehatan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan
pengetahuan seseorang. Semakin banyak seseorang menerima informasi mengenai
suatu penyakit maka pengetahuannya mengenai penyakit tersebut pun akan
meningkat.
2.9 Skor Knowledge and Attitude
Dalam perubahan perilaku atau mengadopsi
perilaku baru dibutuhkan 3 komponen yaitu pengetahuan (knowledge), sikap (attitude).
Cara memperoleh data tentang pengetahuan dan sikap cukup dilakukan dengan
wawancara, baik terstruktur maupun mendalam.
BAB 3
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Teori
Gambar 10. Kerangka teori
3.2 Kerangka Konsep
Gambar 11. Kerangka Konsep
3.3 Hipotesis
3.3.1 Hipotesis Mayor
Pemberian materi tentang Bantuan Hidup Jantung Dasar jantung berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan dan
sikap perawat dalam menangani pasien.
3.3.2 Hipotesis Minor
Tingkat pengetahuan dan sikap perawat sesudah mendapat materi tentang Bantuan
Hidup Jantung Dasar jantung lebih tinggi daripada sebelum mendapat materi.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1
Ruang Lingkup Penelitian
Ilmu
Kardiologi.
4.2
Tempat dan Waktu Penelitian
Di Puskesmas
Malili, Kecamatan Puncak Indah, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Waktu
penelitian dilakukan sejak Bulan Mei 2015 sampai Juni 2015.
4.3
Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian intervensional dengan rancangan pra-experimental one group pre and post test design.
Gambar 12.
Rancangan Penelitian
4.4
Populasi dan Sampel
4.4.1
Populasi Target
Seluruh perawat.
4.4.2
Populasi Terjangkau
Perawat Puskesmas Malili pada periode
penelitian.
4.4.3
Sampel
Perawat Puskesmas Malili pada periode
penelitian yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
4.4.3.1
Kriteria Inklusi
1)
Perawat yang bersedia mengikuti penelitian.
4.4.3.2
Kriteria Eksklusi
1)
Tidak hadir pada saat proses
penelitan
4.4.4
Cara Sampling
Cara pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil
semua sampel consecutive sampling.
4.4.5
Besar Sampel
Perhitungan
besar sampel dilakukan dengan rumus besar sampel untuk uji hipotesis. Berdasarkan perhitungan di atas
minimal dibutuhkan 27 subyek penelitian.
4.5
Variabel Penelitian
4.5.1
Variabel Bebas
Pemberian
materi tentang Bantuan Hidup
Jantung Dasar jantung.
4.5.2
Variabel Terikat
Tingkat pengetahuan dan sikap perawat dalam Bantuan Hidup Jantung Dasar jantung.
4.5.3
Variabel Perancu
1)
Tingkat ekonomi
2)
Pengalaman mengikuti Bantuan Hidup
Jantung Dasar jantung
3)
Usia.
4.6 Definisi Operasional
Tabel 2.
Definisi Operasional
No
|
Variabel
|
Unit
|
Skala
|
|
1.
|
Pemberian materin tentang Bantuan Hidup Jantung Dasar Jantung
Kegiatan pendidikan kesehatan meliputi
definisi, cara pengenalan kegawatdaruratan jantung dan tatalaksananya. Metode penyuluhan yang
digunakan adalah penyuluhan langsung menggunakan media powerpoint dimana
pemberi materi adalah peneliti dan sasaran adalah perawat
di Puskesmas Malili.
Pengaruh pemberian materi dilihat
dari perbedaan skor total jawaban kuesioner sebelum dan sesudah penyuluhan.
Penilaian Penyuluhan
kesehatan tersebut dikategorikan sebagai berikut
a.
Sebelum penyuluhan
b. Sesudah
penyuluhan
|
-
|
Nominal
|
|
2.
|
Skor Pengetahuan dan Sikap
Skor Pengetahuan dan Sikap diperoleh dari penjumlahan skor knowledge and attitude.
Rentang total Skor Pengetahuan dan Sikap adalah 15-100
Kategori
baik : 76-100
Kategori
sedang : 56-75
Kategori
buruk : <56
|
-
|
Ordinal
|
|
|
Skor Knowledge (pengetahuan)
Pengetahuan perawat dalam Bantuan
Hidup Jantung Dasar jantung. Segala hal yang diketahui tentang Bantuan
Hidup Jantung Dasar jantung. Pengetahuan tersebut meliputi
gejala dan tanda, serta
tatalaksananya.
Skor ini diperoleh memiliki rentang nilai 0-25,
dan dibagi menjadi 3 kategori.
a. Kategori
baik (76-100%) : 19-25
b.Kategori
cukup (56%–75%) : 14-18
c. Kategori kurang
(<56%) : 0-13
|
|
|
|
|
Skor Attitude (sikap)
Sikap dalam Bantuan
Hidup Jantung Dasar jantung adalah kesediaan untuk bereaksi
secara positif, netral atau negatif terhadap penanganan kegawatdaruratan
jantung.
Setiap pertanyaan diberi skor berdasarkan kriteria Likert.27
Untuk pernyataan favourable
bila menjawab:
Sangat setuju : nilai 5
Setuju : nilai 4
Ragu-ragu : nilai 3
Tidak setuju : nilai 2
Sangat tidak setuju : nilai 1
Sedangkan pernyataan unfavourable bila menjawab
Sangat tidak setuju : nilai 5
Tidak setuju : nilai 4
Ragu-ragu : nilai 3
Tidak setuju : nilai 2
Setuju : nilai 1
Skor ini diperoleh memiliki rentang nilai 15-75, dan dibagi menjadi 3 kategori
a.
Sikap positif : 55-75
b.
Sikap netral : 35-54
c.
Sikap negatif : 15-34
|
|
|
|
3.
|
Pengalaman
mengikuti BCLS
Diketahui dari hasil wawancara dengan menjawab:
a. Ya : bila sudah
pernah.
b.Tidak : bila
belum pernah.
|
-
|
Nominal
|
|
4
|
Usia perawat
Diketahui dari hasil wawancara karakteristik responden dalam kuisioner. Usia dikategorikan sebagai
berikut berdasarkan penelitian sebelumnya12:
a.
< 20
b.
20-30
c.
31-40
d.
>40
|
Tahun
|
Rasio
|
|
5
|
Tingkat ekonomi yang dimaksud merupakan jumlah pendapatan yang
diperoleh dalam satu bulan. Tingkat ekonomi dihitung dari pendapatan kepala
keluarga dan dikategorikan berdasarkan UMK Kota Semarang yang berlaku mulai 1
Januari 2012.39 Jumlah pendapatan yang merupakan salah satu indikator
kesejahteraan dinilai melalui wawancara dengan responden.
a. Kategori tinggi : > Rp 2.000.000,-
b. Kategori rendah : ≤ Rp 2.000.000,-
|
Rupiah
|
Nominal
|
|
4.7 Cara Pengambilan Data
4.7.1 Bahan
Materi pemberian materi yang berisi pengertian, gejala dan tanda, penatalaksanaan kegawatdaruratan
jantung.
4.7.2 Alat
Powerpoint dan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah
diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas
dilakukan dengan menggunakan metode expert
validity. Kuesioner
dikonsultasikan kepada 3 ahli yang berkompeten (expert validity). Masing-masing item diberi nilai +1 apabila
setuju, +0 apabila ragu-ragu, dan -1 apabila tidak setuju. Item pertanyaan
dimasukkan ke dalam daftar kuisioner apabila rata-rata penilaian ≥ 0,5. Sedangkan untuk
reliabilitasnya menggunakan uji reliabilitas Cronbach alpha.
4.7.3 Jenis Data
Data yang diambil merupakan data primer. Data primer
yang dikumpulkan adalah data karakteristik responden dan data mengenai
pengetahuan
dan sikap perawat dalam Bantuan Hidup Jantung Dasar jantung.
4.7.4 Cara Kerja
Penentuan wilayah penelitian ditentukan
berdasarkan lokasi pelaksanaan internship, yaitu di Puskesmas Malili, Kecamatan
Puncak Indah, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan tahun 2015. Sesudah
wilayah penelitian ditentukan, sampel penelitian adalah perawat Puskesmas
Malili yang dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah
ditentukan peneliti
dengan cara membuat kelompok seminar berisi ± 50 orang
perawat. Subjek yang bersedia mengikuti penelitian dibuktikan dengan
menandatangani informed consent. Kemudian perawat diberi kuesioner sebagai pretest, selanjutnya diberikan pemberian materi tentang Bantuan Hidup Jantung Dasar
jantung dengan metode ceramah Sesudah pretest. Penyuluhan kesehatan disajikan dalam bentuk lembar balik (leaflet). Sesudah 5 hari dilakukan posttest. Kemudian dilakukan analisis data.
4.8
|
Alur Penelitian
Gambar 13. Alur Penelitian
4.9 Analisis Data
Pada
data yang terkumpul sebelum dianalisis dilakukan
cleaning, editing, coding, tabulating, dan entry data.
Analisis
data meliputi analisis deskriptif dan uji hipotesis. Pada analisis deskriptif
ada yang berskala kategorial dinyatakan sebagai distribusi frekuensi dan
persentase. Sedangkan data yang berskala kontinyu dinyatakan sebagai rerata dan
simpang baku atau median apabila terdistribusi tidak normal. Uji normalitas
distribusi data dilakukan dengan uji Saphiro Wilk.
Uji hipotesis untuk mencari hubungan pretest, dan posttest 5 hari dianalisis dengan uji T tidak berpasangan karena berdistribusi tidak normal.
Nilai P dianggap bermakna apabila p<0,05. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan program komputer.
4.10 Etika Penelitian
Sebelum penelitian dilakukan protokol
penelitian dimintakan persetujuan dari Kepala Puskesmas Malili. Calon subyek penelitian diberi penjelasan mengenai maksud,
tujuan, dan manfaat penelitian. Subyek yang bersedia
ikut serta dalam penelitian diminta untuk menandatangani informed consent. Subyek berhak menolak untuk diikutsertakan tanpa
ada konsekuensi apapun. Subyek juga berhak untuk keluar dari penelitian sesuai
dengan keinginan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar