Astri Sulastri Prasasti
Mahasiswi Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia
UII
Tahun 2008
Manusia adalah salah satu bentuk kebesaran Allah SWT yang didalam dirinya terdapat banyak keajaiban yang bahkan sulit ditembus oleh pikiran manusia itu sendiri. Penyusun tubuh manusia begitu kompleks pada setiap bagiannya sehingga menjadikan manusia memiliki keindahan bentuk dan rupa (QS. At Taghaabun : 3)
“Dialah yang menciptakan seluruh langit dan bumi dengan haq dan memberi kepadamu bentuk yang sangat elok.”
Konsep manusia yang utuh adalah apabila manusia telah dapat memanfaatkan secara maksimal semua yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT, dalam bentuk jasmani dan rohani dengan melakukan aktualisasi diri yang puncaknya adalah sebuah pengalaman spiritual. Aktualisasi adalah pencapaian tertinggi yang harus dilalui oleh manusia secara utuh dengan menjalani langkah demi langkah kehidupan di bumi. Pengalaman spiritual dapat tercapai ketika manusia sudah dapat menyeimbangkan pemanfaatan anugerah jasmani dan rohani yang kemudian diwujudkan dalam bentuk aktualisasi diri melalui kreativitas, kematangan intuisi, keagungan akal dan lain-lain yang secara umum merupakan tindakan dan sikap positif yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, manusia akan dapat mengetahui apa saja potensi dan kelemahan yang ada dalam dirinya.
Pemanfaatan anugerah Allah SWT dapat dilakukan dengan menggunakan anugerah tersebut yang dalam hal ini dalam bentuk jasmani dan rohani sesuai dengan fungsi yang telah diberikan secara maksimal serta menjaga keberfungsiannya. Memanfaatkan anugerah dalam bentuk jasmani dapat dilakuakn dengan menjaga kesehatan dan menggunakannya untuk selalu mengabdi kepada Allah SWT dalam bentuk kegiatan apa pun. Sedangkan pemanfaatan rohani dapat dilakukan dengan memeberi siraman-siraman keagamaan yang menyejukkan. Nikmat rohani pada dasarnya terdiri atas akal yang haus akan pengetahuan, qalbu yang selalu meniupkan kebenaran agama, roh yang mampu menggerakkan jasad manusia dan nafsu yang mempengaruhi setiap tindakan manusia. Maka, pemanfaatan rohani tidak lain adalah dengan menggunakannya sebaik mungkin di jalan Allah SWT serta memberikan asupan sesuai dengan kebutuhan penyusunnya baik itu dengan belajar dan beribadah.
Mengenal diri berarti mengenal Tuhan, ungkapan yang dramatis namun memang benar adanya. Mengenal diri tidak hanya sebatas mengenal apa kelebihan dan kekurangan yang dimiliki tetapi juga memahami apa peran manusia di bumi ini. Tujuan utama diciptakannya manusia adalah untuk senantiasa beribadah kepada Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Adz Zariyat : 56 ;
“Tidak Ku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka mengabdi kepadaKu.”
Ayat ini semakin mempertegas kedudukan manusia sebagai hamba yang harus selalu tunduk dan patuh kepada Tuhannya. Ketertundukan dan kepatuhan manusia diwujudkan dalam ketakwaannya kepada Allah SWT yang senantiasa menjadikan ibadah sebagai dasar dalam setiap sikap dan perbuatan sehari-hari. Selain sebagai hamba Allah SWT, manusia di bumi juga memiliki peran sebagai seorang khalifah. Khalifah berasal dari khalafa `yakhilu khilafatan yang berarti penerus, namun oleh manusia diidentikkan dengan pemimpin. Padahal secara bahasa penerus dan pemimpin memiliki arti yang berbeda satu sama lain. Maksud dari manusia sebagai khalifah hakikinya adalah manusia dilahirkan ke bumi untuk meneruskan agama Allah SWT yang tidak lain bertujuan untuk selalu mengabdi kepada Allah SWT. Sedangkan manusia sebagai khalifah versi manusia itu sendiri lebih ditekankan pada kebebasan untuk mengeksploitasi alam yang kedudukannya sangat dekat dengan kekuasaan, hal ini berkaitan erat dengan keegoisan manusia yang memang sering disilaukan oleh kehidupan dunia yang hanya sementara. Padahal kehidupan sesungguhnya ada setelah manusia mengalami kematian, yaitu kehidupan di akhirat, dalam QS. Faathir : 5
“Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu.”
Setelah mengetahui kedudukan dan peran manusia maka secara otomatis manusia akan mengetahui bahwa sesungguhnya ada yang Maha Penguasa dan Maha Pencipta yaitu Allah SWT, pada tahap inilah manusia dikatakan telah mencapai pengalaman spiritual sebagai tujuan puncak dari aktualisasi diri. Untuk senantiasa menjaga dan memperdalam pengalaman spiritual hendaknya manusia selalu menjaga keimanan yang telah dimiliki, mencari ketenangan batin yang kemudian menghantarkan pada meditasi sebagai mahluk Allah SWT dengan bertafakkur dan merenung, membersihkan diri dari perbuatan-perbuatan buruk, senantiasa beramal dan bersyukur sebagai modal dalam upaya membersihkan hati, serta yang terakhir selalu berserah diri kepada Allah SWT seperti layaknya seorang hamba pada Tuhannya.
Hal lain yang patut diketahui untuk menegakkan tujuan penciptaan manusia adalah hakikat awal dan akhir kehidupan. Hakikat awal kehidupan manusia dimulai sejak Allah SWT meniupkan roh kepada bakal calon manusia yang terlebih dahulu memberikan kesaksian ketuhanannya kepada Allah SWT. Perjalanan panjang yang dialami oleh manusia ada dalam QS. Al Mu`minuun : 12-14
Sungguh telah Kami ciptakan manusia dari inti tanah. Kemudian Kami jadikan dia sebagai mani di dalam simpanan wadah yang aman (rahim). Lalu Kami jadikan mani itu sebagai al-`alaq (sesuatu yang menempel), dari itu Kami jadikan segumpal daging, kemudian Kami jadikan kerangka tulang dan akhirnya Kami bungkus tulang itu dengan daging lalu Kami tumbuhkan dalam penampilan yang beda. Allah Maha Berkah, Dia sebaik-baiknya pencipta.
Ayat tersebut menegaskan bahwa manusia mengalami proses penuh keajaiban hingga menjadi mahluk unik yang berbeda satu dengan lainnya. Manusia memperoleh makanan dari tumbuhan yang hidup dengan mengambil air dan mineral yang berasal dari tanah. Kemudian dengan makanan tersebut manusia dapat hidup dan menghasilkan keturunan, sehingga dalam surat diatas dikatakan bahwa manusia berasal dari sari pati tanah.
Kemudian muncul pertanyaan, apa implikasi dengan profesi dokter setelah mengetahui konsep dan hakikat kehidupan manusia ?
Seorang dokter, khususnya dokter muslim sangat perlu memahami konsep-konsep dasar manusia mulai dari proses penciptaan, hakikat, hingga peran dan kedudukan manusia yang telah duraikan sebelumnya. Dokter muslim sesungguhnya bukan merupakan gelar khusus yang diberikan kepada dokter beragama Islam. Tetapi lebih kepada pilihan apakah syariat-syariat Islam akan digunakan dalam praktik kerja sehari-hari. Dokter muslim adalah sebuah fitrah bagi seorang dokter beragama Islam sama seperti fitrah manusia di bumi sebagai mahluk Allah SWT, sehingga memang tidak dapat dipisahkan dan bukan merupakan titel semata. Dengan memahami konsep-konsep dasar manusia maka seorang dokter muslim dapat menetukan bagaimana ia akan memandang dan memperlakukan pasien. Dokter muslim harus memiliki human arts yang dibutuhkan dalam menempatkan posisi pasien sebagai rekan sejajar yang memiliki nilai-nilai khusus yang disebut sebagi patient value yang wajib dijaga dan dihormati. Patient value ini akan sangat berdampak pada kondisi pasien selanjutnya, karena banyak penelitian yang menyebutkan bahwa keadaan psikis pasien memberi pengaruh yang signifikan terhadap kesembuhan pasien yang juga berasal dari dokter yang merawatnya. Kemudian disinilah syariat islam dimainkan, yaitu sebagai dasar segala tindakan yang diberikan kepada pasien untuk mendukung dan memperbaiki nilai-nilai yang ada dalam diri pasien. Apabila hal ini dapat dijalankan dengan baik maka sesunggunya dokter-dokter muslim benar-benar terlahir tidak hanya dalam wacana semata tetapi juga teralisasi dalam kehidupan medis dunia kedokteran yang dapat memberikan pencerahan bagi masyarakat luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar