Astri Sulastri Prasasti
Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia
UII
2008
Evidence Based Medicine (EBM) atau kedokteran berbasis bukti adalah pendekatan secara sistematik yang didasarkan bukti ilmiah atau hasil riset terpercaya (best research evidence) dengan keahlian klinis (clinical expertise) yang diberi penilaian dari masyarakat atau pasien (patient values) yang digunakan untuk membantu memberikan informasi klinik. Perkembangan pemikiran manusia yang pada akhirnya melahirkan kemajuan teknologi informasi ternyata juga berpengaruh dalam dunia kedokteran. Dahulu, para dokter umumnya melakukan pendekatan abdikasi (didasarkan pada rekomendasi yang diberikan klinisi senior, supervisor, konsulen, maupun dokter ahli) atau induksi (didasarkan pada pengalaman diri sendiri) dalam menetapkan jenis intervensi pengobatan. Namun kini, kedua pendekatan itu telah diganti dengan pendekatan EBM, yaitu berdasarkan rise-riset ilmiah yang terpercaya, valid dan reliable. Tiga kunci utama EBM yang lebih terperinci adalah sebagai berikut :
1. Best Research Evidence
Bukti-bukti ilmiah yang digunakan harus berasal dari sumber-sumber dan studi yang dilakukan dengan metodologi yang sangat terpercaya (khususnya randomized controlled trial [RCT]). Studi yang dimaksud juga harus valid dan reliable sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat dalam setiap pengambilan keputusan.
2. Clinical Expertise
Dalam melakukan atau menilai EBM juga perlu melihat apakah orang-orang tersebut telah benar-benar ahli dan sesuai dengan bidangnya, karena hal itu akan berpengaruh kepada kualitas informasi yang diperoleh.
3. Patient Values
Setiap pasien pasti memiliki harapan dan nilai-nilai unik mengenai status kesehatan yang dimilikinya. Maka dalam menerapkan keputusan yang telah diperoleh pada proses sebelumnya tadi diperlukan human arts seorang dokter yang menempatkan pasien sebagai teman sejajar serta bertindak kooperatif untuk menumbuhkan nilai-nilai positif dalam diri pasien. Banyak bukti yang menyebutkan bahwa betapa besar pengaruh sebuah harapan positif pasien pada tingkat kesehatannya.
Selanjutnya yang perlu diperhatikan dalam penerapan EBM ini adalah langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan. Langkah-langkah tersebut dibagi menjadi lima tahapan, yaitu :
a. Identifikasi dan Formulasi
Tahap awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi dan memformulasikan masalah yang sedang dihadapi dengan membuat pertanyaan-pertanyaan yang sesuai. Pertanyaan tersebut harus memenuhi tiga kriteria yaitu focus, relevance, dan searchable. Pertanyaan yang diajukan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu background question (pertanyaan yang mengacu pada latar belakang dan masa lalu pasien) dan foreground question (pertanyaan berdasarkan keadaan sekarang atau yang sedang dialami pasien). Namun, dalam tahap identifikasi ini pertanyaa lebih terfokus pada jenis foreground question dengan menggunakan teknik PICO (patient, intervention, comparison dan outcome). Maksud dari teknik PICO itu sendiri adalah :
Patient
Usia, keadaan, dan masalah yang sedang dialami oleh pasien
Intervention
Etiologi, pengobatan dan faktor prognosis pasien
Comparison
Perbandingan dari intervensi yang telah atau akan dilakukan
Outcome
Berdasarkan waktu terjangkitnya suatu penyakit dan tingkat keparahan yang dialami.
b. Penelusuran
Setelah masalah telah teridentifikasi dengan baik dan didapatkan rumusan yang jelas , maka selanjutnya dilakukan pencarian yang merujuk pada sumber-sumber yang dapat dipercaya. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam pencarian sumber adalah waktu keluarannya. Studi-studi yang sudah tua dan bersifat kuno tidak lagi dapat digunakan, karena tidak sesuai dengan perkembangan yang ada. Oleh karena itu lebih disarankan untuk mencari informasi baru yang lebih tepat digunakan saat ini.
c. Kajian kritis
Langkah berikutnya yaitu melakukan kajian kritis terhadap bukti-bukti yang telah diperoleh melalui penelusuran ketat. Kajian kritis harus dilakukan secara obyektif tanpa ada faktor kepentingan didalamnya. Selain itu, harus dilakukan dengan sistematis yang didasarkan pada pedoman-pedoman yang jelas yang kemudian dinilai tingkat validitas, hasil dan manfaat yang dapat diperoleh oleh pasien.
d. Penerapan dan Evaluasi
Pada tahap ini, informasi yang paling tepat yang telah diambil kemudian di terapkan pada diri pasien. Lalu dimonitor dengan teliti bagaimana hasil yang diperoleh dari segi perkembangan secara medis maupun kedaan secara umum.
e. Komunikasi
Langkah terakhir yaitu komunikasikan kepada pasien dengan jelas. Agar tidak terjadi kesalahan untuk menentukan langkah pengobatan yang akan dilakukan selanjutnya apabila diperlukan.
Pemikiran kritis sangat diperlukan dalam melakukan pendekatan EBM. Pemikiran kritis tersebut dilakukan dengan melakukan penilaian atau critical appraisal. Critical appraisal adalah penilaian terhadap bukti-bukti yang diperoleh yang dilakukan secara sistematik dan dengan seobyektif mungkin. Critical appraisal sangat dibutuhkan karena informasi yang didapat tidak selalu reliable, tidak selalu valid dan merupakan cara untuk mengefektifkan tindakan pengobatan. Dasar-dasar yang digunakan dalam melakukan critical appraisal yaitu apakah informasi tersbut penting dan memiliki tingkat validitas tinggi, apakah hasilnya itu akan signifikan dan terakhir apakah dapat diterapkan kepada pasien dengan terlebih dahulu menimbang kondisi serta keadaan pasien baik dari segi fisik, mental, emosional maupun ekonomi. Dalam penerapannya perlu juga dilihat manfaat dan efek yang nantinya akan diterima oleh pasien.
Dasar-dasar tadi kemudian digunakan untuk menentukan tindakan-tindakan apa saja yang akan dilakukan pada tahap diagnosis, prognosis, terapi dan etiologi. Pada tahap diagnosis, tindakan yang dilakukan harus sesuai dengan parameter yang ada atau sesuai dengan gold standard. Setiap kejadian memiliki gold standard atau standar baku yang telah teruji dan dapat dijadikan sebagai pedoman. Sedangkan pada tahap prognosis dilihat ramalan kejadian akhir penyakit yang akan dialami oleh pasien. Tahap selanjutnya yaitu tahap terapi atau pengobatan yang dapat dilakukan dengan melakukan operasi, pengobatan biasa dan pengobatan secara tradisional. Kemudian puncaknya tahap etiologi, yaitu tahap pemonitoran hasil dari semua proses pengobatan yang telah dilakukan.
Dari penjelasan yang ada diperoleh betapa EBM penting dalam pengambilan keputusan untuk menentukan tindakan yang harus diambil yang berkaitan langsung dengan nyawa pasien. EBM diperlukan untuk mengidentifikasi kondisi pasien dengan cepat, dan tepat. Dengan begitu, resiko-resiko buruk yang kemungkinan dialami pada proses pengobatan diharapkan berkurang serta dapat teratasi dengan baik. Satu hal yang ditekankan disini adalah dokter atau siapa pun yang berkecimpung di dunia kedokteran harus selektif dan mengerti mengenai metode-metode yang harus ditempuh yang dapat dijadikan pedoman dalam betindak. Agar kesalahan-kesalahan yang selama ini terjadi dan sering menjadi perdebatan tidak terulang, karena pada akhirnya akan memperburuk citra kedokteran di masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar