Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia
Tahun 2011
Intermezo : 83% sensasi yang diterima oleh kita melalui indera mata, sisanya melalui indera
perasa, peraba, penciuman dan pendengaran.
Kriteria Buta menurut WHO, ada 5 derajat :
1. 6/60 setelah dikoreksi menjadi 6/18
2. 3/60 setelah dikoreksi menjadi 3/60 Buta Sosial à butuh orang lain untuk
3. 1/60 setelah dikoreksi menjadi 3/60 melakukan kegiatan
4. Masih bisa mempesepsikan cahaya
5. Tidak bisa melihat cahaya sama sekali à Buta Klinis à Visus = 0
Derajat 1 dan 2 à Kriteria Visus rendah / Low Vision
Masalah yang ditimbulkan karena kebutaan :
a. Bagi penderita à kehilangan kemampuan dan tidak bisa melakukan pekerjaan
b. Bagi keluarga à mengurus orang buta
c. Bagi pemerintah à kehilangan SDM, pendapatan rendah, beban negara
Angka Kebutaan :
Jika <0,5% àmasalah Klinisi dan tugas seorang dokter untuk menanganinya. Jika 0,5-1% à masalah kesehatan dan butuh partisipasi masyarakat, tidak hanya klinisi dan dokter. Sedangkan jika mencapai 1% à masalah pemerintah dibantu oleh seluruh masyarakat.
Penyebab Buta : Katarak, Glaukoma, Kelainan Refraksi (terjadi ambliopia à pada pemeriksaan mata semuanya dalam keadaan normal, akantetapi visus tidak dapat mencapai 6/6 meskipun telah dikoreksi dikarenakan kelemahan sensor di retina), Kelainan kornea (kebanyakan karena inifeksi dan trauma atau gangguan nutrisi).
Penyebab Buta pada anak : Anomali refraksi yang tidak terkoreksi dan Ambliopia à bisa karena strabismus (juling), anisometrik (selisih visus kanan dan kiri sangat jauh), ametropik bilateral (minusnya tinggi sehingga sulit dikoreksi), Ptosis Kongenital (mata tertutup à retina tidak terangsangà ambliopia), Kebutaan juga disebabkan oleh nfeksi baik sistemik ataupun lokal, contohnya infeksi lokal yaitu oftalmia neoratorum à konjungtivitas pada 1 bulan setalah kelahiran. Kasus lain yang banyak terjadi yaitu Konjungtivitis Gonore. Konjungtivitis dapat menyebabkan buta karena kuman bersifat proteolitik sehingga dapat dengan cepat menghancurkan kornea. Penyabab yang lain seperti Uveitis, Katarak Kongenital, Kelainan Prematuritas, dan Defisiensi Vitamin A yang banyak ditemukan pada daerah pedalaman yang kurang berkembang.
Defisiensi Vitamin A
Manifestasi umum yang paling utama dan sering dikeluhkan berupa rabun senja karena metabolisme Rodopsin yang berperan dalam kinerja Sel Batang untuk pengelihatan malam hari terganggu. Gejala dimulai dari manifestasi pada konjungtiva yang pecah-pecah atau mengalami keratinisasi (Bibot Spot), bisa juga terjadi di kornea karena kornea relatif kering sehiingga mengakibatkan infeksi sekunder berupa Ulkus. Sisa ulkus yang sudah diobati dapat menjadi Sikatrik Korneaa (jaringan parut pada kornea). Sikatrik Kornea dibagi menjadi tiga menurut ketebalannya yaitu : Nebula (bentuk paling ringan, tidak terlihat jika tidak menggunakan senter), Makula (terlihat dengan menggunakan senter), dan Lekoma (sangat kelihatan sekali seperti kekeruhan pada kornea). Profilaksis dapat berupa pemberian Vitamin A dosis tinggi.
Upaya Kesehatan Mata : Tujuannya untuk menurunkan prevalensi menjadi 0,5% (tugas dokter untuk deteksi dini penyakit), Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesehatan mata, Meningkatkan pelayanan kesehatan, dan Meningkatkan kerja sama lintas sektor (Depkes, Depsos, Pertanian dan Pangan dll). Sasaran : Balita, dan Anak dengan melakukan skrining untuk mencegah ambliopia, Usia Produktif, Lansia agar bisa mandiri, Tenaga kesehatan, Organisasi Profesional, LSM dan Pemerintah baik negeri maupun swasta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar