Jumat, 29 Juni 2018

Komentar Gemes Tentang Pilkada 2018

Beberapa bulan belakangan, lini media sosial saya penuh sesak dengan postingan atau sharing-an tentang pilkada 2018 dan serba-serbinya. Saya salah satu anak muda (((anak muda))) yang suka dan tertarik dengan politik, sesungguhnya. Walaupun gak terlalu show up berlagak jadi komentator di medsos dan membabi buta mendukung si A si B atau si C. Di dunia politik semua yang gak mungkin bisa jadi mungkin, kadang lawan kadang teman, kelihatannya teman eh tau-tau ngebully, di depan TV gontok-gontokan di kesempatan lain makan satu meja. Gemes kan ?

But I know semua itu sangat amat biasa di panggung politik.
Gak cuma sekali dua kali atau seorang dua orang yang tiba-tiba loncat dari tim lawan ke tim kawan

Sebelum ini saya males berkomentar banyak karena yang kita komentarin belum tentu sesuai fakta, bisa aja semua yang kelihatan di TV cuma permainan politik. Juga karena saya bukan ahli di bidang politik, saya khawatir kesalahan atau kebodohan saya dalam berucap justru yang dipegang dan diterima sebagai kebenaran oleh orang lain.

Awal sekali politik menjadi perbincangan hits yaitu pada Pilpres 2014. Saat itu rame parah ketika Pak Prabowo Vs Pak Jokowi dan akhirnya dimenangkan oleh Pak Jokowi sebagai RI 1.

Setelah ribut Pilpres 2014 terbitlah Pilgub DKI Jakarta beberapa waktu lalu.
Walaupun saya bukan warga DKI namun saya turut menikmati riuhnya semangat masyarakat dan keikutsertaan banyak pihak pada Pilgub itu. Pilgub rasa Pilpres, memang betul begitu rasanya tidak kurang tidak lebih.

Pak Anies yang sebelumnya pada saat Pilpres 2014 merupakan salah satu barisan timses Jokowi bahkan sempat menjabat sebagai salah satu mentri di kabinet Jokowi  pada PilGub DKI justru  menjadi rival bagi barisan tim Jokowi. Sedangkan wakilnya Pak Sandi, yang dari awal digembar-gemborkan akan menjadi calon gubernur akhirnya dengan sukarela dan ikhlas hanya maju menjadi wakil gubernur.

Ya begitulah akhir yang membahagiakan untuk banyak pihak, meski beberapa pihak lain masih terlihat gagal move on. Buktinya sampai detik ini masih banyak orang yang nge-share atau membagikan berita-berita lalu mengaitkannya dengan pilgub DKI.

Kemudian sampailah pada detik-detik Pilkada serentak di seluruh daerah di Indonesia kemarin, 27 Juni 2017. Antusias masyarakat sungguh luar biasa. Feed facebook saya setiap hari selalu ramai berita tentang Pilkada. Ada positif, banyak juga yang negatif. Beberapa teman malah tidak segan dan bukan sekali saja saling debat di kolom komentar karena berbeda pandangan politik. Teman yang lain lagi malah ada yang sampai unfriend atau blok orang-orang yang dianggap tidak sepandangan.Siapa yang gak gemes coba ?

Hasil quick count pilkada serentak sudah diumumkan. Pilkada Jabar dimenangkan oleh pasangan Rindu (kang Emil dan Kang Uu) dari 4 paslon yang ada (Rindu, Hasanah, ASyik & Duo Deddy). Pidato kemenanganpun sudah diucapkan tidak lama setelah pengumuman QC. Banyak pihak terlihat puas, dua dari tiga pihak lawan pun sudah mengakui kemenangan pasangan Rindu, namun tidak sedikit yang masih berharap hasil real count akan berbeda. Pihak yang terakhir masih menunggu pengumuman resmi dari KPU pada tanggal 8-9 Juli 2018 sambil terus memantau penghitungan suara di KPU.

Sah-sah saja apapun sikap yang diambil selama tidak bertentangan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

Cukup menggelitik adalah pada Pilkada serentak ini isu-isu yang dibahas hampir seragam di seluruh wilayah Indonesia, terutama di Jawa Barat. Kubu #2019gantipresiden dan #2019tetapjokowi, kubu #partaiproumat dan #partaitidakproumat. Semua begitu. Jadi seakan dikotak-kotakkan calon A masuk tim mana, calon B masuk tim mana.

Yang juga menarik dari hasil Pilkada Jabar adalah hasil polling yang dilakukan oleh banyak badan saat sebelum Pilkada sangat berbeda dengan hasil quick count yang telah diumumkan. Banyak pihak mengaku kaget, berbagai asumsi pun muncul terkait hal ini. Pasangan no 3 (Kang Ajat-Kang Syaikhu/ Asyik) yang semula dalam polling berada pada urutan bawah alias tim pelengkap penderita atau tim hore ternyata pada hasil QC bisa menepati urutan kedua dengan selisih poitn yang tidak terlalu besar. Ada faktor apa yang bisa membuat keadaan berubah hampir 180 derajat ini ?
Hal ini juga menjadi perhatian saya.

Karena kegemesan saya usdah sampai tahap yang akut, maka saya mencoba menganalisa fenomena yang terjadi pada dua paslon ini (Rindu dan Asyik) dalam Pilkada Jabar dimulai dari latar belakang dan perjalanan kampanye pasangan calon selama Pilkada.

Secara latar belakang personal Kang Emil dan Kang Uu adalah paslon termuda yang masing-masing  merupakan pemerintah daerah petahana di Bandung dan Tasik Malaya. Baik Kang Emil maupun Kang Uu memiliki garis keturunan priyai atau tokoh Islam yang dihormati. Biodata pasangan Rindu seperti berikut :


 
Dalam kampanye pasangan Rindu yang didukung oleh partai PPP, PKB, Nasdem dan Hanura lebih menonjolkan program serta menjual rekam jejak dari jabatan sebelumnya di Bandung dan Tasik Malaya. Jarang diangkat ke media garis keturunan yang padahal bisa menjadi salah satu nilai tambah, khususnya Kang Emil. Namun bagi saya hal ini adalah salah satu nilai plus, karena dalam proses kampanye Kang Emil lebih menyodorkan dan mengedepankan dirinya sendiri sebagai Ridwan Kamil bukan siapapun di belakangnya.

Sepanjang Pilkada diadakan beberapa kali debat publik, dalam debat publik itu pasangan rindu mampu memaparkan program kerja dengan runut dan detail. Program kerja dikemas secara inovatif khas anak muda, yaitu sebagai berikut :


Dengan gaya kampanye dan gaya promosi paslon ini, jadilah paslon Rindu yang dikenal publik sebagai paslon anak muda dengan program-program yang unik. Kekuatan lain yang dimiliki oleh pasangan ini adalah penguasaan media sosial. Follower Kang Emil yang jutaan ditambah dengan banyak nya public figur yang menyatakan dukungannya sejak awal membuat Rindu semakin meroket.

Meski di detik-detik waktu pemilihan beredar postingan tim Rindu yang ingin menjawab berbagai fitnahan yang masuk menjadi pro dan kontra. Bagi saya pribadi sebetulnya pasangan ini tidak perlu melakukan klarifikasi apapun karena dalam Pilkada semua pasangan pun mendapat serangan fitnah serupa. Postingan klarifikasi  hanya dilakukan oleh orang yang takut  atau oleh orang yang panik (ini murni menurut pribadi saya sendiri). Bahkan oleh beberapa orang klarifikasi tersebut dianggap terlalu baper alias bawa perasaan. Tetapi bagi beberapa pihak yang lain justru klarifikasi ini sangat positif karena semakin menguatkan pilihan terhadap pasangan Rindu. Wallahualam.

Sedangkan pasangan ketiga, Asyik yang didukung oleh partai Gerindra, PKS, PAN, PBB dan sebagian PPP. Profil pasangan Asyik dapat dilihat seperti dalam tabel berikut ini :


Secara personal pasangan Asyik termasuk pasangan senior yang lebih panjang perjalanan karir dan pengalamannya. Rekam jejak dan kualitas individu yang baik bisa dilihat dari biodata Kang Ajat dan Kang Syaikhu diatas. Dua individu yang cukup mumpuni. Apabila kedua hal ini dikemas dan mampu dipromosikan dengan baik masyarakat akan mengetahui bahwa pasangan ini layak memimpin Jawa Barat.

Selain itu dalam perjalanan kampanye pasangan Asyik banyak diwarnai oleh isu-isu sensitif. Entah isu tersebut sengaja digembar-gemborkan atau karena partai pendukung yang notabene merupakan partai oposisi sehingga mau tidak mau isu itu ada. Hal tersebut menyebabkan sebagian netizen dengan maha benar komentarnya  menjadi antipati.

Dari segi penguasaan media sosial, memang pasangan Asyik tidak se-terkenal pasangan Rindu. Akan tetapi di detik-detik menjelang Pilkada sejumlah ulama di Jawa Barat menyatakan dukungan demi dukungan lewat media sosial. Menurut saya hal ini menjadi suntikan positif bagi peningkatan suara pasangan Asyik. Andai saja para ulama sejak awal proses sudah ramai dan kompak menyatakan dukungannya ditambah seluruh elemen bersatu mendukung Asyik mungkin sejak awal pasangan ini bisa unggul.

Pasangan Asyik sempat mengejutkan banyak pihak karena pada sesi Debat Publik kedua sempat mengeluarkan kalimat yang mengundang respon masal dan memajang kaos #2019GantiPresiden. Hal ini dikecam oleh banyak pihak, tetapi juga didukung oleh pihak lain. Sedangkan menurut saya pribadi, seharusnya hal tersebut tidak dilakukan apalagi saat acara Debat Publik yang disiarkan secara Nasional. Pertama, hal tersebut adalah hal sensitif karena memang sedang panas-panasnya dibahas di berbagai media dan memecah belah netizen. Kedua, bisa jadi tim Asyik justru kehilangan suara karena dianggap terlalu ekstrim oleh masyarakat yang notabene tim netral atau tim bersebrangan. Meski sayapun mengerti bahwa mungkin tim Asyik ingin mempertegas bahwa mereka satu-satunya tim pendukung ganti presiden, tetapi bagi saya kurang bijak jika dipertontonkan saat acara debat. Wallahualam.

Meski senior dengan pengalaman yang cukup di bidang politik namun hasil kerja dan program kerja yang sudah berhasil di Bekasi (Kang Syaikhu) atau di bidang lain (Kang Ajat) kurang ditonjolkan baik dalam kampanye maupun dalam acara debat. Padahal program-progam pasangan Asyik ini sungguh asyik apabila dapat di presentasikan dengan lebih real dan rinci, antara lain :



Setelah plus minus antara dua pasang calon tadi (pandangan saya pribadi), analisa yang bisa saya berikan ini berkesimpulan bahwa sangat perlu mengemas dengan apik segala kelebihan personal, rekam jejak serta latar belakang paslon dalam proses branding di masyarakat. Meskipun yang dicalonkan sudah dikenal publik sebaiknya program kerja lebih dikedepankan selama proses kampanye sehingga masyarakat bisa memilih paslon berdasarkan program kerja yang memang dibutuhkan. Keunikan dan keinovatifan juga penting untuk menarik hati sebagian besar pemilih yang kini didominasi oleh kaum milenial, maka sebaiknya dalam prsentasi program dikemas se-"kekinian" mungkin.

Masyarakat Jawa Barat secara umum sudah mulai melek dengan berbagai informasi yang dengan mudah dapat di akses di media sosial maupun televisi sehingga branding yang bombastis namun tidak berlebihan tentu diperlukan. Meski mau tidak mau, suka tidak suka, isu-isu sensitif pasti akan muncul sebaiknya isu ini disikapi dengan bijak dan tidak terlalu dieksploitasi supaya tidak ada pihak yang me-label-i jualan "isu". Partai pengusung menjadi salah satu hal krusial tetapi tidak bisa menjadi penentu kemenangan, pilihan rakyat tetap diatas segalanya.

Last but not least, kuasai media sosial dan menangi hati netizen dengan membuat branding yang positif. Itu menjadi catatan khusus dan terpenting bagi tim pemenangan paslon :)


NB :
Pada postingan ini saya tidak membicarakan tentang mana pilihan saya atau preferensi saya terhadap politik. Saya murni melihat plus minus dari kaca mata pribadi saya dan tidak mewakili suara siapapun. Semoga untuk yang membaca ada manfaat yang bisa diambil. Semoga Allah menuntun kita semua untuk memilih pemimpin yang rahmatan lil alamin dan diridhoi Allah. AMIN.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar