Kamis, 24 Mei 2018

Menjadi seorang Dokter Umum

Menjadi seorang dokter umum seperti saya sekarang itu berarti anda telah berhasil melewati proses pendidikan yang (cukup) lama dan berlika liku, terlebih jika bukan berasal dari keluarga kaya raya, atau anak profesor, pejabat dan sebagainya .

Karena, you know why ?
Menjadi dokter yang katanya berpenghasilan besar, kerja ringan, dan banyak label lainnya yang dikasih oleh masyarakat itu ada harganya.
Sama seperti kalian mau pergi ke luar kota dengan nyaman dan cepat, berarti gak mungkin naik angkot atau naik KRL, pasti pesawat adalah pilihan paling tepat. Harga tiket pesawat yang harus dibayar berapa kali lipat coba dari harga bayar angkot ? lebih mahal, itu pasti.
Jadi, maksud saya disini adalah semua labeling yang melekat pada diri dokter itu ada harga yang harus dibayar.

Walaupun saya gak bilang semua anggapan masyarakat tentang dokter, terutama dokter umum itu bener :)
Ada yang benar dan banyak juga yang keliru.

Contohnya adalah :

1. Dokter umum itu penghasilnnya besar
Terus terang itu gak sepenuhnya bener. Yang bener adalah dokter umum berpenghasilan standar aja, bergantung kerja dimana, bagian apa. Sama aja kayak kerjaan lain yang salary based on kerjaan nya seberat apa. Ada juga dokter umum yang dalam sebulan penghasilannya gak jauh-jauh dari UMR Jakarta, malah banyak loh yang dibawah itu. Dokter umum, yang gajinya jauh diatas dari UMR, ya banyak juga. Sekali lagi, tergantung kerja bagian apa, dan beban kerjanya bagaimana. So, kalau mau jadi orang kaya raya, please dokter bukan salah satu pilihan yang oke, jadilah pengusaha.

2. Dokter umum itu kerjaannya ringan
Banyak banget, saya ulang, banyak banget yang menganggap kerjaaan dokter itu ringan, cuma duduk nunggu pasien, tempel-tempel stetoskop dan selesai. Padahal, bukan cuma sekali dua kali dokter ngerasain minum aja susah saking banyaknya pasien gawat yang butuh pengawasan, bahkan urin pasien aja bener-bener kita hitung dengan detail berapa produksinya. Padahal, dalam setiap kali periksa pasien yang katanya cuma tempal tempel, ada kepusingan dibelakangnyan jika ternyata ada suatu 'kelaianan' yang bisa kita dengar baik itu di jantung, paru-paru ataupun di perut pasien. Sedangakan dari satu bunyi itu kemungkinan penyakitnya bisa banyak, so kita harus terus mikir kira-kira si pasien sakit apa, supaya terapi yang dikasih  bisa tepat dan pasien bisa sembuh.

Malah ada tuh pasien yang dateng-dateng langsung marah-marah, bilang 'dok lama banget, saya gak dipanggil-panggil daritadi, padahal dokternya cuma duduk doang' OMG, saya bingung deh pasien model gini harus saya apain. Mau saya usir keluar, saya bisa didemo manajemen RS, mau saya layani, gedek juga. Pak, Bu, yang ibu lihat itu adalah sekarang, se ka rang. Bapak Ibu kan gak lihat 2/3 menit yang lalu, pasien saya baru aja diangkut ke ambulance untuk dirujuk, baru ada pasien gawat. HELO !
 
Please, dokter umum yang bertugas di IGD, itu sudah diajarkan bertahun-tahun selama pendidikan untuk memilah dan meilih pasien mana yang gawat, mana yang darurat, mana yang gawat darurat, dan mana yang biasa aja. Jadi otomatis prioritas penanganan pasti ada di pasien yang gawat darurat, baru darurat, baru gawat, baru deh terakhir pasien yang biasa aja. Pasien yang biasa aja ini maksudnya adlaah pasien syang sebenarnya bisa datang ke poliklinik tetapi malah datang ke IGD. Jadi kalau ada pasien yang dateng duluan tapi diskip sebentar lalu dokter menangani pasien yang lain, itu artinya memang penanganannya tidak butuh penanganan segera dan masih bisa menunggu. Percayalah pada dokter anda, atau jika anda bingung bertanyalah dengan baik :)

3. Dokter umum harus bisa menguasai semua penyakit
Dokter umum adalah dokter yang sudah menjalani program pendidikan dokter umum, semua tau itu. Tapi bahwa harus semua dikuasai itu adalah big no. Karena di dunia kedokteran itu gak sesimpel satu barang, satu guna, satu penyelesaian. Satu organ bisa puluhan masalah, bisa ratusan penyebab dan cara memperbaikinya sudah pasti beda bergantung ada organ lain kah yang dilibatkan atau ada kondisi tertentu kah yang harus menjadi peringatan. Makanya ada banyak banget spesialistik bahkan sub spesialistik di kedokteran. Jadi tidak benar bahwa dokter umum harus menguasai semua, yang benar adalah dokter umum harus bisa menguasai penyakit yang sesuai dengan kompetensinya, serta harus bisa merujuk dengan tepat semua yang tidak sesuai kompetensinya.

Well,
Penjelasan yang lebih mirip seperti klarifikasi diatas kesimpulannya dalah semua profesi tentu ada resikonya, ada manis dan pahitnya, ada plus dan minusnya.

Sama seperti pekerjaan lain yang tentunya dalam pengembangan karir, ingin karirnya meningkat naik begitu juga saya, seorang dokter umum. Bukan berarti dokter umum sekarang atau orang yang sekarang menjadi dokter umum  dan tindak ingin melanjutkan pendidikan itu berarti tidak punya karir yang bagus. BUKAN.

Preferensi orang terhadap karir dan masa depannya pasti berbeda-beda. Sukses pada masing-masing orang pun berbeda versinya. Sukses dan punya karir bagus tidak melulu dilihat dari tingkat pendidikan dan pendapatan. Sekali lagi kembali pada masing-masing prefensi dan pandangan orang tersebut.

Sebagai dokter, yang umurnya masih seumur jagung seperti saya, Mungkin bisa saya katakan hampir 80% dokter umum seperti saya ini berniat atau minimal mempunyai keinginan untuk menempuh pendidikan selanjutnya ke arah spesialis atau sub sepesialis tertentu. Begitu pun saya. Nah, untuk mencapai itu tentu gak mudah. Banyak hal dan banyak langkah-langkah yang harus ditempuh.

Langkah apa yang akan saya tempuh ?
Nanti akan saya bahas di posty selanjurnya :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar