Jumat, 12 Oktober 2012

Suami Idaman

Kalau ditanya tentang kriteria suami idaman, jawabannya simpel. Sesimpel kata "suami" itu sendiri, yang cuma terdiri dari 5 huruf, 2 konsonan, 3 vokal. Sama sekali gak sebanding sama semua konsekuensi setelah menjadi seorang suami. Bagi saya, suami itu mirip nahkoda. Si nahkoda ini yang nentuin akan ke arah mana kapal berlabuh. Nahkoda juga yang nentuin apakah kapalnya akan hanyut, tenggelam, atau sampai di pelabuhan idaman dengan selamat. Nahkoda gak cuma bertanggung jawab kepada satu dua awak kapal, tapi seluruh awak kapal yang dengan atau tanpa sengaja ada di kapal itu, yang dengan atau tanpa surat perjanjian sebelumnya tiba-tiba harus ikut berlayar. Tidak mungkin seorang nahkoda yang tidak punya ilmu cukup tentang perlayaran bisa berlayar dengan baik kan? Apalagi nahkoda yang belum bisa mengendalikan dirinya, bisa-bisa ia mengorbankan semua awak kapal untuk menyelamatkan dirinya sendiri, dan itu sama sekali tidak bertanggung jawab ;)

Ya begitulah suami. Suami adalah penentu mau dibawa kemana keluarganya kelak. Akan jadi baik atau buruk. Suami juga yang akan menentukan akan seperti apa rumah tangga itu kelak, hancur ditengah jalan tanpa sisa, terseok-seok karena banyak kekurangan disana sini atau malah menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Suami tidak hanya bertanggung jawab tehadap anak dan istri tetapi juga dua keluarga besar yang secara tidak sengaja ikut terjalin dalam ikatan perkawinan. Menikah tidak hanya pekawinan antara dua orang kan? Tapi disana ada orang tua dari masing-masing pihak yang harus selalu dihormati dan dijaga perasaannya, ada saudara dari masing-masing pihak yang punya juga andil dalam mencapai pernikahan yang berkah. Lebih dari itu, suami akan bertanggung jawab kepada Allah tentang amanahnya sebagai kepala keluarga. Bagaimana istrinya, bagaimana anak-anaknya :)

Suami bagi saya adalah penentu tempat saya kelak, surga atau neraka. Setelah lepas dari orang tua, tidak ada lagi kalimat yang nilai kepatuhannya lebih tinggi dari kalimat suami saya. Tidak ada satu orangpun yang kata-katanya wajib saya dengar kecuali kata-kata dari mulut suami saya. Bukankah mustahil saya mengikuti kalimat seorang yang sibuk mabuk, atau tidur seharian yang untuk berbicara saja sulit? Bukankah tidak mungkin saya mengikuti ucapan orang yang sama sekali tidak mengenal Tuhannya, padahal tujuan pernikahan itu suci, mengharap ridha Allah? :)


So, konsekuensi logisnya adalah sebelum memulai segalanya, saya harus mempersiapkan segalanya. Selain menjadi awak, saya juga harus mampu menjadi pendamping nahkoda yang baik. Yang bisa mengingatkan jika kapal mulai membelok dari arah seharusnya. Yang tau cara menghitung besar angin serta resultannya untuk menentukkan berapa derajat layar harus berputar, dan membesar. Pendamping nahkoda yang baik harus mampu mengkomunikasikan apapun yang terjadi kepada seluruh awak kapal. Juga harus membantu nahkoda menjaga semua awak dalam keadaan yang baik. Begitulah kira-kira peran seorang istri dalam keluarga :)

Jadi, simpelnya seorang nahkoda yang baik adalah nahkoda yang sadar dengan tanggung jawabnya, perkerjaannya serta tujuannya, begitu juga dengan pendamping nahkoda.

Jika ditanya, bagaimana karakter suami idaman saya, jawabnnya adalah suami yang paham benar tentang konsep nahkoda :))

Terlalu muluk dan susah yah?? Ah gak kok. Itu idealnya. Kita gak harus jadi ideal tapi berusaha untuk mendekati ideal gak masalah kan? Toh semua balik lagi ke diri kita masing-masing. Oya, bagi yang takut menikah karena takut berkomitmen silahkan ke laut aja. Karena takut berkomitmen bukan ciri-ciri manusia yang mau berpikir. Padahal, sejak dilahirkan, sejak kecil, manusia sudah dihadapkan dengan banyak komiten. Gak sadar? Coba dipikirin lebih lanjut yaaaa :")

Tidak ada komentar:

Posting Komentar